-->


"Kami tidak lebih hanyalah para penuntut ilmu yang fakir dan hina. Berjalan Keluar masuk melewati jalan-jalan di belantara mazhab. Di sini berhati-hatilah, siapa saja bisa tersesat dan berputar-putar dalam kesia-siaan. Banyak papan nama, baik yang baru dipasang atau yang sudah lama ada. Memilih jalan ini begitu mudah dan bahkan membanggakan bagi siapa saja yang tidak teliti. Akhirnya yang kami pilih adalah jalan dengan 'papan nama' yang sudah ada sejak lama. Inilah jalan kami, jalan Ahlus Sunnah Waljama'ah, jalan konservative, jalannya para pendahulu yang telah merintis dan menempuh jalan estafet dari Rosulullah SAW. Adapun jalan dengan papan nama yang baru dipasang kami ucapkan selamat tinggal. Biarkan kami memilih jalan ini, jalan tradisi Islam turun temurun yang sambung menyambung sanad: murid dari guru, dari guru, dari guru.... dari Salafunas Sholih, dari tabi'ut tabi'in, dari tabi'in, dari sahabat, sumbernya langsung sampai ke Baginda Rosulullah SAW.
Inilah jalan kami.... Ahlussunnah Waljama'ah.


Cari Blog Ini

Senin, 11 Juni 2012

Jaminan Rasulullah SAW utk Kelompok Terbesar

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Jaminan Rasulullah SAW utk Kelompok terbesar

Bahwa Allah SWT tidak akan jadikan umat nabi Muhammad SAW dalam kesesatan.

Berkata Sayyidina Abdullah bin Abd bin Mas'ud; "Sungguh kalian ini berpadulah bersama jamaah, sungguh Allah tidak akan menjadikan kelompok terbesar pada umat Muhammad dalam kesesatan.

Demikian berkata Sayyidina Abdullah bin Mas'ud ra, tidak akan terjadi dalam kelompok terbesar umat Nabi Muhammad dalam kesesatan.

Al Imam Ibn Hajar Asqalani didalam kitabnya Fathul Baari bisharah Shahih Bukhari - menukil tentang riwayat Ibn Mas'hud ini - yang dimaksud didalam hadits ini bahwa Ahlussunnah waljamaah akan bersabar, walaupun kelompok lainnya terus mengingkari dan lepas dari jamaah, tapi Rasul SAW menjamin bahwa kelompok mulia itu akan terus ada dari sejak zaman Sang Nabi SAW terus sampai hari kebangkitan, mereka akan tetap ada.

Alhamdulillah dan juga penjelas dari hadits ini adalah ucapan Sayyidina Abdullah bin Mas'ud ra bahwa Allah tidak akan menjadikan jamaah ummat Nabi Muhammad saw didalam kesesatan. Yang termasuk dalam kesesatan adalah mereka yang memisahkan diri sedikit-sedikit.

# Alhamdulillah, beruntunglah kita yang masih terpadu dalam kelompok besar (mayoritas) ahlussunnah waljama'ah. Allahu'alam
Read more »»  

Riwayat Syekh Muhamad Arsyad Al-Banjari

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Diantara ulama Nusantara terkemuka abad ke-18 m yg dikenal kedalaman ilmu dan kecemerlangan karya karyanya adalah syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari atau yg sering kita sebut Datu Kalampayan,beliau lahir pada 15 syafar 1122h/maret 1710 m dikampung lokgabang martapura kalimantan selatan,nama lengkap beliau adalah Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdurrahman Al-Banjari,terlahir dari seorang ibunda yg sholehah bernama Siti Aminah,ayah beliau yg bernama Abdullah bin Abdurrahman adalah seorang yang zuhud dan alim,beliau tumbuh dan besar dalam suasana keislaman yg kental dibawah pemerintahan kerajaan islam banjar.sejak umur 7 thn beliau sudah fasih dan sempurna dalam membaca Al-Qur'an ,kecerdasannya dalam ilmu agama dan bakat melukisnya menarik perhatian Sultan penguasa kerajaan banjar pada waktu itu,maka Muhammad Arsyad kecil pun diboyong untuk belajar ilmu agama dilingkungan istana bersama keluarga kerajaan,setelah dewasa dan menikah karena kepandaian dan kecerdasan beliau dalam mempelajari ilmu agama maka menjelang usia 30 thn beliau diberangkatkan ketanah suci Mekah untuk memperdalam ilmu agama dengan dibiayai oleh kerajaan,karena Sultan berharap dengan ilmu yg dipelajarinya nanti ditanah suci itu kelak akan dapat membimbing dan mengajarkan ilmu kepada rakyat banjar dan sekitarnya.
Ditanah suci Mekah dan Madinah ini beliau belajar kepada beberapa ulama terkenal dan wali pada jamannya diantara guru guru beliau adalah
1.Syekh Athaillah bin Ahmad Al-Mihsri Al-Azhari Mekah
2.Syekh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi Madinah (pengarang kitab hawayil madaniyyah)
3.Syekh Muhammad bin Abdul karim As-Semman Al-Madany dalam ilmu tasawuf yang akhirnya beliau mendapatkan ijazah dengan kedudukan sebagai Khalifah (waakil)
4.Syekh Ahmad bin Abdul Muun'in Ad-Damanhuri
5.Syekh Sayyid Abul Faydh Muhammad Murtadha' Az-Zabidi
6.Syekh Hasan bin Ahmad 'Akisy Al-Yamani
7.Syekh Salim bin Abdullah Al-Bashri
8.Syekh Siddiq bin Umar Khan
9.Syekh Abdullah bin Hijazi bin Asy-Syarqawi
10.syekh Abdurrahman bin Abdul Azis Al-Magribi
11.Syekh Sayyid Abdurrahman bin Sulaiman Al-Ahdal
12.Syekh Abdurrahman bin Abdul Mubin Al-Fatani
13.Syekh Abdul Ghani bin Muhammad Hilal
14.Syekh Syekh 'Abid As-Sindi
15.syekh Abdul Wahab Ath-Thanthawi
16.Syekh Maulana Sayyid Abdullah Mirghani
17.Syekh Muhammad bin Ahmad Al-Jawahir
18.Syekh muhammad Zayn bin Faqih Jalaluddin Aceh
ketika beliau di Mekah beliau bersahabat dengan para penuntut ilmu dari tanah air dan merupakan sahabat erat,mereka adalah Syekh Abdul wahab Bugis dari Makasar,Syekh Abdus Samad dari Palembang (pengarang kitab Siyarus Salikin dan Hidayatus salikin) dan Abdurrahman masri dari Betawi
konon pada waktu beliau berada diMekah,beliau menemui keanehan pada setiap hari jum'ad di Mesjid Al-Haram,ada seseorang yang berpakaian lain dari kebiasaan berpakaian orang arab lainnya,orang tersebut berpakaian hitam dan memakai laung dan memakai butah,pakaian khas dari banjar,setiap habis berdoa orang tersebut selalu menghilang tanpa bekas,dengan rasa penasaran kemudian pada jum'ad berikutnya beliau menunggu kedatangan orang itu tp seperti biasa selesai habis shalat jum'ad dan berdoa orang tsb selalu menghilang,kemudian pada jum'ad yg lainnya ketika orang tersebut datang beliau segera ikut sholat disamping nya dengan harapan dapat berkenalan dengan orang tersebut,ketika selesai berdoa tak ingin kehilangan orang tersebut dengan sigap beliau lalu memegang tangan orang tersebut,"mengapa tuan menangkap tangan saya "kata orang tsb
setelah terlebih dahulu Syekh Muhammad Arsyad minta maaf beliau lalu berkata
"maaf saya ingin bertanya siapakah anda,disini semua orang berpakaian ikhram sedangkan anda tidak berpakaian ikhram'
"maaf hamba berasal dari kampung muning tatakan rantau borneo "jawab orang itu
"mengapa anda setiap hari jum'ad bisa sholat disini' kata Syekh Muhammad Arsyad kembali
"alhamdulillah semua adalah anugrah dari Allah SWT "kata orang tersebut yg setelah berkenalan adalah Datu Sanggul
"saya berasl dari martapura borneo sudikah kiranya anda mampir kerumah saya "pinta Syekh Muhammad Arsyad
"baiklah "jawab Datu Sanggul
kemudian mereka berjalan ketempat tinggal Syekh Muhammad Arsyad ,sesampai dirumah Syekh Muhammad Arsyad memeluk datu sanggul dan mencium tangan beliau sambil berkata "sampeyan adalah saudara ulun dunia akhirat'
"ya...kita saudara dunia akhirat "jawab Datu Sanggul
"dimanakah kakanda belajar sehingga mendapatkan anugerah begitu besar ini" Syekh Muhammad Arsyad kembali bertanya "kakanda belajar dengan Datu suban dimuning pantai munggu tayuh tiwadak gumpa dan sekarang beliau telah wafat,dan kepada kakanda diberikan sebuah kitab dan Al-Qur'an segi delapan,kedua pusaka itu asalnya adalah milik Datu Nuraya yang juga telah wafat" ,mendengar cerita tentang  kitab tersebut Syekh Muhammad Arsyad sangat tertarik. "kalau kakanda menganggap saya sebagai saudara dunia akhirat izinkanlah adinda ikut mempelajari isi kitab tersebut "   boleh saja adinda mempelajari kitab tsb namun kitab ini harus dibagi dua bagian,dengan dipotong segitiga silahkan adinda memotongnya "kata Datu Sanggul sambil mengeluarkan kitab yg selalu dibawanya,Syekh Muhammad Arsyad mengambil pisau yg sangat tajam dan mulai memotong kitab tsb,namun alangkah terkejutnya beliau karna pisau yg sangat tajam tersebut tidak dapat memotong kitab itu menjadi dua bagian bahkan mata pisau tsb menjadi tumpul,kemudian kitab tsb diserahkan kembali kepada Datu Sanggul untuk beliau potong sendiri,kemudian Datu Sanggul hanya dengan menggoreskan kuku beliau kitab tersebut terbelah menjadi dua bagian,yg kemudian satu bagiannya diserahkan kepada Syekh Muhammad Arsyad untuk dipelajari dan bagian yg satunya beliau bawa kembali dengan pesan setelah selesai mempelajari dan pulang keborneo untuk mengambil bagian yang satunya,"jika adinda nanti pulang keborneo dan bertandang kerumah kakanda untuk mengambil kitab yg satunya hendaklah adinda mmbawa kain putih sebanyak lima lembar,kakanda berharap agar adinda jangan sampai lupa pesan kakanda ini "kata Datu Sanggul menambahi "baiklah pesan kakanda akan adinda ingat selalu dan adinda memohon doa restu dan mendoa kan adinda dalam mempelajari kitab ini ,
 karena hari sudah menjelang magrib Datu Sanggul lalu berpamitan untuk pulang ke borneo " tunggu sebentar kakanda ada yg adinda pertanyakan lagi dihalaman istana ada tumbuh sebatang pohon durian ,apakah pohon tersebut berbuah atau belum,kalau sudah berbuah adinda mohon kakanda memetiknya sebiji untuk adinda,sebab selama adinda tinggal disini adinda belum pernah memakan buah durian "
"pohon durian tsb sekarang sedang berbuah namun buahnya cuma dua biji dan dijaga ketat oleh pasukan raja siang dan malam agar tak seorang pun dapat mengambilnya,sebaiknya buah tsb jangan diambil sebab nantinya mungkin akan berakibat tidak baik "kata datu sanggul,tp karna didesak oleh Syekh Muhammad Arsyad akhirnya Datu Sanggul berjanji memenuhi permintaan Syekh Muhammad Arsyad.
     pada jum'ad berikutnya ketika tengah hari Datu Sanggul memetik buah durian yg dijaga oleh pasukan raja tanpa diketahui oleh satu orangpun,al hasil kerajaan menjdi gempar,baginda raja sangat marah dan berencana menghukum para pasukan yg menjaga pohon durian tsb,tapi permaisuri melarang baginda raja menghukum mereka karena tidak ada bukti kesalahan mereka,singkat cerita buahdurian tersebut diserahkan kepada Syekh muhammad Arsyad dengan pesan supaya tangkai durian tadi disimpan sebagai bukti nanti kepada baginda raja,setelah berpisah kembali dengan Datu sanggul beliau dengan tekun mempelajari kitab tsb.
     Setelah lebih 30 thn Syekh Muhammad Arsyad belajar ditanah suci akhirnya beliau menguasai berbagai bidang ilmu agama,sebenarnya beliau dan kawan kawan tidak ingin pulang ketanah air dan ingin melanjutkan pelajaran ke mesir namun maksud tersebut dibatalkan karena perintah gguru mereka yaitu Syekh Sulaiman Al-Kurdi yang menyatakan bahwa ilmu mereka sudah cukup dalam dan luas dan lebih penting untuk memberi pelajaran dan bimbingan kepada masyarakat masing masing,akhirnya mereka menuruti nasehat guru mereka itu,setia ditanah Betawi (Jakarta) Syekh Muhammad Arsyad dan kawan kawannya disambut oleh ulama dan orang banyak dengan gembira,selama dijakarta berkat karamah yang beliau miliki beliau dapat membetulkan arah kiblat mesjid yang kurang tepat,diantaranya mesjid Jembatan Lima,Mesjid Luar Batang dan Mesjid Pekojan setelah sholat sunat eliau hanya menggeserkan sorban beliau ...luar biasanya bangunan mesjid tsb mengiringi geseran sorban beliau...subhanallah....
itu adalah sebagian   karamah beliau yg diluar nalar manusia dan banyak lagi yg lainnya,setelah sampai dimartapura beliau langsung menuju istana kerajaan dan disambut dengan meriahnya,dalam kesempatan tsb beliau menceritakan hal ikhwal mengenai durian lengkap dengan hari tanggal dan jam kehilangan durian diistana raja,akhirnya raja memakluminya dan bersyukur karena tidak menghukum para prajurit kerajaan,setelah beberapa hari beliau minta ijin kepada raja untuk mendatangi datu Sanggul dengan diiringi sepasukan prajurit raja,tak lupa beliau membawa kain putih yg dipesankan oleh Datu Sanggul,setelah sampai dikampung muning tatakan rantau dengan petunjuk masyarakat beliau langsung menuju rumah Datu Sanggul,tapi apa yg terjadi setelah sampai dirumah Datu Sanggul ternyata beliau baru saja berpulang kerahmatullah....Innalillahi wainailahirajiun....ternyata kain putih yang dipesankan oleh Datu Sanggul untuk kain kapan beliau...subhanallah...setelah pemakaman Datu Sanggul atas pesan beliau sebelum wafat kepada istrinya maka diserahkan penggalan kitab yg kemudian hari disebut kitab barencong kepada Syekh Muhamad Arsyad Al-Banjari,lalu Syekh Muhammad Arsyad pamit untuk pulang kemartapura.
    disamping sebagai seorang pengajar Syekh Muhammad Arsyad adalah seorang penulis yang produktif diantara kitab kitab yang beliau karang adalah
1.Sabilal Muhtadin (kitab fiqih)
2.Risalah Ushuluddin (kitab tauhid)1188 hijriah
3 Tuhfatur Raghibin (kitab tauhid)1188 hijriah
4Kanzul Ma'rifah (tasawuf)
5.Lugthatul 'Ajlan (kitab fiqih khusus masalah perempuan)
6.Kitab Faraid (kitab pembagian waris)
7.Al-Qawlul Mukhtashar(kitab berisi tentang Imam Mahdi)1196 hijriah
8.Kitab Ilmu Falak (astronomi)
9.Fatawa Sulaiman Kurdi (berisi fatwa fatwa guru beliau Sulaiman Al-Kurdi)
10.Kitabun Nikah (tata cara perkawinan dalam syariat islam)
      Selain itu ada pula karya tulis beliau berupa Mushaf Al-Qur'an tulisan tangan beliau berukuran besar dengan Khat sangat indah dan sampai sekarang masih bisa dilihat di Museum Nasional Banjarbaru Kalimantan Selatan,beliau mempunya 11 orang istri dan mempunyai 30 orang anak dan sekarang sudah tersebar kemana mana,dikalimantan khususnya kalimantan selatan keturunan dari Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari merupakan mutiara yang tiada ternilai,keturunan beliau merupakan penerang penerang bagi para pecinta ilmu...salah satunya Yang Mulia Guru kita Alm. Syekh Muhammad Zaini  bin H. Abdul Ghani Al-Banjari ,Syekh Muhammad Arsyad wafat pada 6 syawal 1227 hijriah bertepatan dengan 3 oktober 1812 m dalam usia 105 tahun,semoga Allah SWT selalu merahmati beliau dan keturunan keturunan beliau hingga akhir jaman. amiiin ya robbal alamiinn...
Read more »»  

Minggu, 10 Juni 2012

Baginda Rasul Tak Akan Lupakan Cinta Tulus Umatnya

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Baginda Rasul Tak Akan Lupakan Cinta Tulus Umatnya

Ada seorang sholeh lagi waro’ dan full cintanya kepada Sayyidina Muhammad saw, hampir setiap malam selalu bermimpi bertemu dengan Sayyidina Muhammad saw.  Pada suatu ketika ia bermimpi:
Dia seperti sudah berada di tengah padang mahsyar, semua tumpang tindih disana, karena kedasyatannya. Tiba-tiba ada sekelompok rombongan besar melewati, menerobos, membongkar tumpang tindih semua makhluq. Ternyata rombongan Sayyidina Muhammad saw beserta shohabat, ahlul bayt, malaikat, tabi’in, auliya dan ulama yang mau lewat.
Lalu ia didatangi oleh seseorang yang wajahnya sudah rusak tidak bisa dikenali karna begitu dasyatnya padang mahsyar, ia berkata kepada orang sholeh tersebut:
“wahai orang sholeh engkau setiap malam selalu bertemu Sayyidina Muhammad saw, pastilah engkau dikenali, berkumpul, dapat memeluk dan mencium tangan Beliau saw. Sedangkan aku.. aku sewaktu didunia jangankan bertemu, bermimpi sesekalipun aku belum pernah karna begitu banyaknya dosaku, jadi aku minta tolong, nanti kalau ente ketemu Beliau saw tolong sampaikan salamku kepada Beliau saw katakan kalau aku sangat mencintai Beliau saw. (ia berkata sambil meneteskan air mata)”
Ternyata tiba-tiba rombongan Sayyidina Muhammad saw yang lewat tadi  berhenti, lalu Beliau saw yang dengan wajah bersinar berjalan menuju ke orang tadi sambil sabda: hai Fulan bin fulan ketahuilah.. aku tidak akan pernah melupakan orang yang tulus mencintaiku. Lalu orang itu mencium tangan Beliau saw dan memeluknya.
Read more »»  

Makam Keramat Kota Malang

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Makam Keramat Kota Malang

  1. Sayid Alwi Alydrus
  2. Habib Abdullah Bilfaqih
  3. Habib Abd. Qodir Bilfaqih
  4. Habib Mohamad Alhabsyi
  5. Habib Abdurahman Bin Syech Abu Bakar
Lokasi: Daerah Kasin Kota Malang
Read more »»  

Kala Mbah Gunung Salak Mengatur Cuaca

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Kala Mbah Gunung Salak Mengatur Cuaca

Di Puncak Manik atau Puncak Salak Satu Gunung Salak, yang dijadikan tempat evakuasi korban kecelakaan pesawat Shukoi Super Jet 100, terdapat makam yang terbuat dari keramik putih.
Di atas kuburan tersebut, terdapat batu nisan bertuliskan: Raden KH Moh Hasan Bin R KH Bahyudin Praja Kusumah (Mbah Gunung Salak) Puncak Manik Gunung Salak’.
Kuburan tersebut lah yang dianggap sang kuncen cukup menentukan cuaca di Puncak Manik. Entah kenapa, setelah kuburan tersebut rusak karena tertimpa logistik yang dilemparkan dari atas Helikopter Super Puma, cuaca langsung berkabut.  (Baca: Kabut Langsung Turun saat Makam Mbah Gunung Salak Hancur)
Kemudian, seorang pria datang dan mengaku sebagai kuncen Gunung Salak. Ia lalu berdoa di atas makam tersebut. Tak lama, kabut pun perlahan menghilang. Kemudian, ia langsung berbicara dengan Letkol Shobri dari Kopassus dan Dandim.
“Kayaknya ia tidak rido, sehingga cuaca seperti ini. Bagaimana kalau kuburan tersebut dikelilingi tali biar tidak terganggu,” ujarnya memberi usul.
Tanpa banyak bicara lagi, pimpinan tim evakuasi di Puncak Manik langsung mengiyakan permintaan sang kuncen, dan langsung memerintahkan anak buahnya untuk memagar kuburan tersebut dengan tambang kuning.
“Saya pun tadi sudah meminta supaya mohon dimaafkan bila ada sesuatu, baik sebelum, sudah, dan akan terjadi. Memang kita tidak minta izin lebih dulu terhadap yang ada di sini,” Ucap Letkol Shobri menimpali pernyataan sang kuncen.
“Kami akan membangun kembali kuburan ini nanti,” cetus Shobri.
Setelah pembicaraan tersebut, cuaca kembali agak terang. Namun, ketika anggota TNI pada Senin (14/5/2012) menebangi pohon di Puncak Manik, kabut kembali turun, terutama ketika tanggul pohon di atas kuburan tersebut ditebang, dengan alasan untuk membuat helipad.
Namun, setelah ada dua  warga yang berdoa, kabut perlahan menghilang lagi. Tapi, penebangan pohon lain terus dilakukan di sekitar Puncak Manik, hingga akhirnya hujan turun sekitar pukul 13.00 WIB. Seolah-olah, orang yang di dalam kubur tersebut mampu ‘mengatur’ cuaca di Puncak Manik.
Tidak banyak warga yang tahu asal-usul orang yang dikubur di tempat tersebut, yang lokasinya tepat berada di Puncak Manik.
“Saya tidak tahu sejak kapan kuburan tersebut ada,” Kata Ading (61), warga sekitar saat ditemui Tribun.
Namun, menurut Ading, keturunan orang yang berada di makam tersebut ada banyak di Cijeruk, Bogor. Tapi, Ading tidak mengetahuinya persis.
Menurut warga, orang yang berada di dalam kubur tersebut berasal dari Banten. Terkait kenapa bisa dikuburkan di Puncak Manik, tak seorang pun tahu.
“Bukan hanya ini, dari arah Cidahu pun juga ada kuburan,” katanya. (http://www.tribunnews.com)
Read more »»  

Wali Pitu Bali

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Wali Pitu Bali

Walisongo LengkapKalau di Jawa ada istilah Wali Songo, tokoh-tokoh penyebar Islam yang jumlahnya sembilan, di Bali ada pula istilah Wali Pitu. Bagaimana kisahnya dan siapa saja Wali Pitu itu? 
Syiar Islam di Bali memiliki kisah tentang keberadaan Wali Pitu. Mereka merupakan para penyebar Islam yang telah mencapai derajat kewalian yang jumlahnya tujuh orang. Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia Kota Denpasar, Mustofa Al Amin, nama Wali Pitu merupakan hasil penelitian dari Habib Toyib Zein Assegaf.
“Beliau mendapat isyarat secara kesufian, beliau selalu mendapatkan mimpi secara berulang datang ke bali, hingga suatu waktu beliau bertemu dengan orang Bali yang kebetulan datang ke mojokerto dalam rangka belanja sepatu untuk kepentingan usahanya, kemudian Beliau Habib Toyib ikut dengan orang Bali tersebut sampai ke bali. Kemudian sesampainya di Bali berdasarkan isyarah yang datang kepada Beliau, dengan di temani seorang temannya yg berada di Monang Maning, Beliau melakukan penelitian lapangan, dalam pencariannya untuk menguak tentang adanya ketujuh orang penyiar Islam di Bali ini dan fakta membuktikan isyarat itu benar adanya. Itulah yang dikenal dengan istilah Wali Pitu.
Meski fakta membenarkan keberadaan Wali Pitu, namun penetapan nama itu sendiri bukan berdasarkan kesepakatan umat muslim Bali. Kendati begitu, bukan berarti kiprah Wali Pitu tidak diakui dalam konteks syiar Islam di Bali.
“Validitasnya tidak bisa menyamai Wali Songo, karena kiprah mereka dari cerita ke cerita, bahwa Wali Pitu memiliki pengaruh dan karomah yang sangat penting bagi perkembangan Islam di Bali,” ulasnya.
“Artinya tidak salah jika umat muslim menjadikan Wali Pitu sebagai panutan. Hanya saja, bagi para peziarah makam Wali Pitu ini tetap tidak boleh menyimpang dari syariah.”
MUI sendiri tidak mempermasalahkan keberadaan Wali Pitu ini. Masyarakat menerima atau tidak keberadaan mereka itu merupakan keyakinan masing-masing. Sebab, Wali Pitu memiliki peranan masing-masing kepada masyarakat di zamannya, sembari melakukan syiar Islam. MUI Denpasar mengapresiasi upaya penelitian dan hasilnya tentu yang berkaitan dengan sejarah perkembangan umat Islam di Bali termasuk para tokoh, seperti Wali Pitu, yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan tersebut.
Penelitian dan kajian lebih lanjut, sangat penting dan mendesak sifatnya untuk segera dilakukan. Wali Pitu ini hendaknya menggugah umat Islam Bali khususnya dan Nusantara pada umumnya untuk meningkatkan semangat mereka berdakwah dengan cara dan pendekatan yang moderat, toleran dan damai, di samping berpihak pada kebenaran dan kejujuran, keuletan dan keberanian, serta keadilan dan ketulusan seperti diperankan tokoh-tokoh tersebut,” ajaknya.
“Mereka juga harus lebih memahami kesejarahan mereka di Bali yang memiliki keunikan dan kekhasan.”
Berikut beberapa nama Auliya’ yang disebut Wali Pitu:
1. Pangeran Mas Sepuh alias Raden Amangkuningrat Keramat Pantai Seseh
Makam Beliau terletak di pinggir Pantai Seseh, Mengwi, Tabanan, Bali.
Pangeran Mas Sepuh merupakan gelar. Nama sebenarnya adalah Raden Amangkuningrat, yang terkenal dengan nama Keramat Pantai Seseh. Ia merupakan Putra Raja Mengwi I yang beragama Hindu dan ibunya berasal dari Blambangan (Banyu Wangi Jatim) yang beragama Islam. Sewaktu kecil, beliau sudah berpisah dengan ayahandanya dan diasuh oleh ibundanya di Blambangan. Setelah dewasa, Pangeran Mas Sepuh menanyakan kepada ibunya tentang ayahandanya itu. Setelah Pangeran Mas Sepuh mengetahui jati dirinya, ia memohon izin pada ibunya untuk mencari ayah kandungnya, dengan niat akan mengabdikan diri. Semula, sang ibu keberatan, namun akhirnya diizinkan juga Pangeran Mas Sepuh untuk berangkat ke Bali dengan diiringi oleh beberapa punggawa kerajaan sebagai pengawal dan dibekali sebilah keris pusaka yang berasal dari ayahandanya dari Kerajaan Mengwi
Namun, setelah bertemu dengan ayahnya, terjadilah kesalahpahaman yang di sebabkan kecemburuan dari pihak keluarga kerajaan. Akhirnya Pangeran Mas Sepuh beranjak pulang ke Blambangan untuk memberitahu ibunya tentang peristiwa yang telah terjadi. Namun dalam perjalanan pulang, sesampainya di Pantai Seseh, Pangeran Mas Sepuh diserang sekelompok orang bersenjata yang tak dikenal, sehingga pertempuran tak dapat dihindari lagi. Melihat korban berjatuhan yang tidak sedikit dari kedua belah pihak, keris pusaka milik Pangeran Mas Sepuh dicabut dan diacungkan ke atas, seketika itu ujung keris mengeluarkan sinar dan terjadilah keajaiban, kelompok bersenjata yang menyerang tersebut mendadak lumpuh, bersimpuh diam seribu bahasa. Akhirnya diketahui kalau penyerang itu masih ada hubungan kekeluargaan, hal ini dilihat dari pakaian dan juga dari pandangan bathiniyah Pangeran Mas Sepuh. Akhirnya keris pusaka dimasukkan kembali dalam karangkanya, dan kelompok penyerang tersebut dapat bergerak dan kemudian memberi hormat kepada Pangeran Mas Sepuh.
Salah satu karomah yang diberikan Allah kepada Pangeran Mas Sepuh ialah kemampuan berjalan diatas permukaan air. Kesaktian yang luar biasa yang dimiliki Paneran Mas Sepuh ternyata memunculkan rasa kecemburuan diantara putra-putra Raja Mengwi. Bahkan suatu ketika saat Pangeran Mas Sepuh diperintahkan untuk menuju Taman Ayun (tempat peristirahatan keluarga Raja) di Mengwi. Taman Ayun dikelilingi danau mengitari bangunan lengkap dengan taman indahnya. Tanpa diduga, saat Pangeran Mas Sepuh berjalan diatas air danau dan bersila diatas bunga teratai, terlihat oleh prajurit kerajaan. Tentu apa yang disaksikan prajurit kerajaan tersebut sungguh menggegerkan seluruh Istana. Selain karomah tersebut, Panggran Mas Sepuh juga dikenal mampu mengobati berbagai macam penyakit. Bahkan, tak sedikit ‘dukun’ yang mencari ilmu untuk belajar cara pengobatan. Namun, yang paling mencengangkan serta sempat disaksikan pasukan kerajaan Mengwi ialah saat Pangeran Mas Sepuh dalam perjalanan menuju Bali dari Kerajaan Blambangan (Jawa) terlihat hanya berjalan diatas air laut. Pangeran Mas Sepuh tampak tenang berjalan diantara deburan serta gulungan ombak.
beberapa foto dari hasil penelusuran Tim Sarkub dapat anda lihat di
http://www.panoramio.com/user/6637186
Raden Amangkuningrat Wali Pitu
2. Habib Ali Bin Abu Bakar Bin Umar Bin Abu Bakar Al Khamid
Habib Ali bin Abubakar bin Umar al-Hamid, yang makamnya terdapat di Desa Kusumba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung. Makam keramat ini terletak tak jauh dari selat yang menghubungkan Klungkung dengan pulau Nusa Penida. Selain dikeramatkan oleh kaum muslimin, makam ini juga dikeramatkan oleh umat Hindu. Di depan makam dibangun patung seorang tokoh bersorban dan berjubah menunggang kuda.
Semasa hidupnya Habib Ali mengajar bahasa Melayu kepada Raja Dhalem I Dewa Agung Jambe dari Kerajaan Klungkung. Sang raja menghadiahkan seekor kuda kepadanya sebagai kendaraan dari kediamannya di Kusamba menuju istana Klungkung. Suatu hari, pulang mengajar di istana, ia diserang oleh kawanan perampok. Ia wafat dengan puluhan luka di tubuhnya.
Jenazahnya dimakamkan di ujung barat pekuburan desa Kusamba. Malam hari selepas penguburan, terjadi keajaiban. Dari atas makam menyemburlah kobaran api, membubung ke angkasa, memburu kawanan perampok yang membunuh sang Habib. Akhirnya semua kawanan perampok itu tewas terbakar. Kaum muslimin setempat biasa menggelar haul Habib Ali setiap Ahad pertama bulan Sya’ban.
Makam Habib Ali bin Abu Bakar bin Umar Al Hamid berada di tepi pantai di Desa Kusumba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, tidak jauh dari selat yang menghubungkan Klungkung dengan Nusa Penida. Selain dikeramatkan oleh kaum muslimin, makam ini juga dikeramatkan oleh umat Hindu. Semasa hidupnya, Habib Ali mengajar bahasa Melayu kepada Raja Dalem I Dewa Agung Jambe dari Kerajaan Klungkung. Sang Prabu menghadiahkan seekor kuda sebagai kendaraan dari kediamannya di Kusamba menuju puri Klungkung.
Pada suatu hari, sewaktu Habib Ali pulang dari Klungkung dan sesampainya di pantai Kusamba, beliau diserang oleh sekelompok orang yang tidak dikenal dengan senjata tajam dan tewas di tempat. Akhirnya, jenazah beliau dimakamkan di ujung barat pekuburan Desa Kusamba.
3. Syeh Maulana yusuf Al Magribi
4. Habib Ali Bin Zaenal Abidin Al Idrus
5. Habib Umar Maulana Yusuf
6. Syeh Abdul Qodir Muhammad
7. Habib Ali Bin Umar Bafaqih
Read more »»  

Biografi Al-Walid Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Biografi Al-Walid Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf

habib-abdurrahman-assegaf
Nasab Beliau
Habib Abdurrahman bin Ahmad bin Abdul Qadir bin Ali bin Umar bin Segaf bin Muhammad bin Umar bin Thoha bin Umar bin Thoha bin Umar ash-Shofi bin Abdurrahman bin Muhammad bin Ali bin Sayyidina Syekh Al-Imam Al-Qutb Abdurrahman As-segaf bin Syekh Muhammad Maula Ad-Dawilayh bin Syekh Ali Shohibud Dark bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam muhammad bin Sayyidina Ali bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Marbat bin Sayyidina Al-Imam Kholi Qosam bin Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml bin Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al- ImamMuhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein Rodiyallahu ‘Anhum
Habib Abdurrahman lahir tahun 1908 di Cimanggu, Bogor. Beliau adalah putra Habib Ahmad bin AbdulQadir Assegaf. Ayahandanya sudah wafat ketika beliau masih kecil, tapi kondisi itu tidak menjadi halangan baginya untuk giat belajar.
Pernah mengenyam pendidikan di Jami’at Al-Khair, Jakarta, masa kecilnya sangat memperihatinkan, sebagaimana diceritakan anaknya,Habib Ali bin Abdurrahman “Walid itu orang yang tidak mampu. Bahkan beliau pernah berkata, “Barangkali dari seluruh anak yatim, yang termiskin adalah saya. Waktu lebaran, anak-anak mengenakan sandal atau sepatu, tapi saya tidak punya sandal apalagi sepatu”. Tidurnya pun di bangku sekolah. Tapi, kesulitan seperti itu tidak menyurutkannya untuk giat belajar.”
Ketika masih belajar di Jami’at Al-Khair, prestasinya sangat cemerlang. Beliau selalu menempati peringkat pertama. Nilainya bagus, akhlaqnya menjadi teladan teman-temannya. Untuk menuntut ilmu kepada seorang ulama, beliau tak segan-segan melakukannya dengan bersusah payah menempuh perjalanan puluhan kilometer. “Walid itu kalau berburu ilmu sangat keras. Beliau sanggup berjalan berkilo-kilo meter untuk belajar ke Habib Abdullah bin Muhsin Al-Aththas (Habib Empang Bogor).”
Selain Habib Empang, guru-guru Habib Abdurrahman yang lain adalah Habib Alwi bin Thohir Al-Haddad ( Mufti Johor, Malaysia ), Habib Alwi bin Muhammad bin Thohir AlHaddad, Habib Ali bin Husein Al-Aththas ( Bungur, Jakarta ), Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi ( Kwitang, Jakarta ), K.H.Mahmud ( Ulama besar Betawi ) dan Prof.Abdullah bin Nuh ( Bogor ).
Semasa menunutut ilmu, Habib Abdurrahman sangat tekun dan rajin, itulah sebabnya beliau mampu menyerap ilmu yang diajarkan guru-gurunya. Ketekunannya yang luar biasa mengantarnya menguasai semua bidang ilmu agama. Kemampuan berbahasa yang baguspun mengantarnya menjadi penulis dan orator yang handal. Beliau tidak hanya sangat menguasai bahasa Arab, tapi juga bahasa Sunda dan Jawa halus.
Habib Abdurrahman tidak sekadar disayang oleh para gurunya, tapi lebih dari itu, beliau pun murid kebanggaan. Beliaulah satu-satunya murid yang sangat menguasai tata bahasa Arab, ilmu alat yang memang seharusnya digunakan untuk memahami kitab-kitab klasik yang lazim disebut “kitab kuning”. Para gurunya menganjurkan murid-murid yang lain mengacu pada pemahaman Habib Abdurrahman yang sangat tepat berdasarkan pemahaman dari segi tata bahasa.
Setelah menginjak usia dewasa, Habib Abdurrahman dipercaya sebagai guru di madrasahnya. Disinilah bakat dan keinginannya untuk mengajar semakin menyala. Beliau menghabiskan waktunya untuk mengajar. Dan hebatnya, Habib Abdurrahman ternyata tidak hanya piawai dalam ilmu-ilmu agama, tapi bahkan juga pernah mengajar atau lebih tepatnya melatih bidang-bidang yang lain, seperti melatih kelompok musik ( dari seruling sampai terompet ), drum band, bahkan juga baris-berbaris.
Belakangan, ketika berusia 20 tahun, beliau pindah ke Bukit Duri dan berbekal pengalaman yang cukup panjang, beliaupun mendirikan madrasah sendiri, Madrasah Tsaqafah Islamiyyah, yang hingga sekarang masih eksis di Bukit Duri,Jakarta . Sebagai madrasah khusus, sampai kini Tsaqafah Islamiyah tidak pernah merujuk kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah, mereka menerapkan kurikulum sendiri dan uniknya, Madrasah ini menggunakan buku-buku terbitan sendiri yang disusun oleh sang pendiri, Habib Abdurrahman Assegaf.. Disini, siswa yang cerdas dan cepat menguasai ilmu bisa loncat kelas.
Dunia pendidikan memang tak mungkin dipisahkan dari Habib Abdurrahman, yang hampir seluruh masa hidupnya beliau baktikan untuk pendidikan. Beliau memang seorangguru sejati. Selain pengalamannya banyak, dan kreativitasnya dalam pendidikan juga luar biasa, pergaulannya pun luas. terutama dengan para ulama dan kaum pendidikJakarta.
Dalam keluarganya sendiri, Habib Abdurrahman dinilai oleh putra-putrinya sebagai sosok ayah yang konsisten dan disiplin dalam mendidik anak. Beliau selalu menekankan kepada putra-putrinya untuk menguasai berbagai disiplin ilmu, dan menuntut ilmu kepada banyakguru. Sebab ilmu yang dimilikinya tidak dapat diwariskan.
“Beliau konsisten dan tegas dalam mendidik anak. Beliau juga menekankan bahwa dirinya tidak mau meninggalkan harta sebagai warisan untuk anak-anaknya. Beliau hanya mendorong anak-anaknya agar mencintai ilmu dan mencintai dunia pendidikan. Beliau ingin kami konsisten mengajar, karenanya beliau melarang kami melibatkan diri dengan urusan politik maupun masalah keduniaan, seperti dagang, membuka biro haji dan sebagainya. Jadi, sekalipun tidak besar, ya….sedikit banyak putra-putrinya bisa mengajar,” kata Habib Umar merendah.
Habib Abdurrahman mempunyai putra dan putri 22 orang; diantaranya Habib Muhammad, pemimpin pesantren di kawasan Ceger; Habib Ali, memimpin Majelis Taklim Al-Affaf di wilayah Tebet; Habib Alwi, memimpin Majlis Taklim Zaadul Muslim di Bukit Duri; Habib Umar, memimpin pesantren dan Majlis Taklim Al-Kifahi Ats-Tsaqafi di Bukit Duri dan Habib Abu Bakar, memimpin pesantren Al-Busyro di Citayam. Jumlah jamaah mereka ribuan orang.
Sebagai Ulama sepuh yang sangat alim, beliau sangat disegani dan berpengaruh. Juga layak diteladani. Bukan hanya kegigihannya dalam mengajar, tapi juga produktivitasnya dalam mengarang kitab. Kitab-kitab buah karyanya tidak sebatas satu macam ilmu agama, melainkan juga mencakup berbagai macam ilmu. Mulai dari Tauhid, Tafsir, Akhlaq, Fiqih, hingga sastra. Bukan hanya dalam bahasa Arab, tapi juga dalam bahasa Melayu danSunda yang ditulis dengan huruf Arab- dikenal sebagai huruf Jawi atau pegon.
Kitab karyanya, antara lain, Hilyatul Janan fi Hadyil Qur’an, Syafinatus Said, Misbahuz Zaman, Bunyatul Umahat dan Buah Delima. Sayang, puluhan karya itu hanya dicetak dalam jumlah terbatas dan memang hanya digunakan untuk kepentingan para santri dan siswa Madrasah Tsaqafah Islamiyyah.
Habib Abdurrahman juga dikenal sebagai ulama yang sangat disiplin, sederhana dan ikhlas. Dalam hal apapun beliau selalu mementingkan kesederhanaan. Dan kedisiplinannya tidak hanya dalam hal mengajar, tapi juga dalam soal makan. “Walid tidak akan pernah makan sebelum waktunya. Dimanapun ia selalu makan tepat waktu.” Kata Habib Ali.
Mengenai keikhlasan dan kedermawanannya, beliau selalu siap menolong siapa saja yang membutuhkan bantuannya. Pada tahun 1960-an, Habib Abdurrahman mengalami kebutaan selama lima tahun. Namun musibah itu tak menyurutkan semangatnya dalam menegakkkan syiar islam. Pada masa-masa itulah beliau menciptakan rangkaian syair indah memuji kebesaran Allah swt dalam sebuah Tawasul, yang kemudian disebut Tawasul Al-Walid Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf.
Sebagai Ulama besar, Habib Abdurrahman juga dikenal memiliki karomah. Misalnya, ketika beliau membuka Majlis Taklim Al-Buyro di Parung Banteng Bogor sekitar tahun 1990, sebelumnya sangat sulit mencari sumber air bersih di Parung Banteng Bogor. Ketika membuka majlis Taklim itulah, Habib Abdurrahman bermunajat kepada Allah swt selama 40 hari 40 malam, mohon petunjuk lokasi sumber air. Pada hari ke 41, sumber belum juga ditemukan. Maka Habib Abdurrahman pun meneruskan munajatnya.
Tak lama kemudian, entah darimana, datanglah seorang lelaki membawa cangkul. Dan serta merta ia mencangkul tanah dekat rumah Habib Abdurrahman. Setelah mencangkul, ia berlalu dan tanah bekas cangkulan itu ditinggal, dibiarkan begitu saja. Dan, subhanallah, sebentar kemudian dari tanah bekas cangkulan itu merembeslah air. Sampai kini sumber air bersih itu dimanfaatkan oleh warga Parung Banteng, terutama untuk keperluan Majelis Taklim Al-Busyro. Menurut penuturan Habib Abdurrahman, lelaki pencangkul itu adalah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
Wafatnya Habib Abdurrahman Assegaf
Suatu hari, seorang santri Darul Musthafa, Tarim Hadramaut, asal Indonesia, mendapat pesan dari seoranh ulama besar disana, Habib Abdullah bin Muhammad bin Alwi Syahab. “Saya mimpi bertemu Rasulullah SAW, tapi wajahnya menyerupai Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf. Tolong beritahu anak-anak beliau di Indonesia. Katakan, mulai saat ini, jangan jauh-jauh dari walid ( orang tua ).”
Sang santri itu langsung menelepon keluarganya di Indonesia. Hingga akhirnya kabar dari ulama Hadramaut itu diterima keluarga Habib Abdurrahman di Bukit Duri Jakarta. Seminggu kemudian, apa yang diperkirakan itu pun tiba. Tepatnya Senin Siang jam 12.45, 26 Maret 2007, bertepatan dengan 7 rabiul Awal 1428 H, langit Jakarta seakan mengelam. Kaum muslim ibu kota terguncang oleh berita wafatnya Al-Alamah Al-Arif Billah Al-Habib Abdurrahman Assegaf, dalam usia kurang lebih 100 tahun.
Jenazah ulama besar yang ilmu, akhlaq dan keistiqamahannya sangat dikagumi itu, disemayamkan di ruang depan rumahnya yang bersahaja, tepat di sisi Sekretariat Yayasan Madrasah Tsaqofah Islamiyah, di jln. Perkutut no.273, Bukit Duri Puteran , Tebet, Jakarta Selatan. Kalimat tahlil dan pembacaan Surat Yaa siin bergema sepanjang hari sampai menjelang pemakamannya keesokan harinya. Sebuah tenda besar tak mampu menampung gelombanh jemaah yang terus berdatangan bak air bah. Pihak keluarga memutuskan pemakaman akan dilakukan ba’da zhuhur di pemakaman Kampung Lolongok, tepatnya di belakang Kramat Empang.
Acara pelepasan jenazah dibuka dengan sambutan dari pihak keluarga, yang diwakili Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf. Dengan nada sendu, pengasuh Majlis Taklim Al-Affaf itu mengucapkan terima kasih kepada para pecinta Habib Abdurrahman Assegaf yang telah datang bertakziah dan membantu proses pengurusan jenazah. Selanjutnya putra kedua Habib Abdurrahman tersebut mengungkapkan keutamaan-keutamaan almarhum.”Beliau rindu kepada Rasulullah SAW. Beliau ungkapkan rasa rindu itu lewat sholawat-sholawat yang tak pernah lepas dari bibirnya setiap hari.” Katanya.
Puluhan ribu pelayat yang berdiri berdesak-desakan pun mulai sesunggukan karena terharu. Apalagi ketika Habib Ali, yang berbicara, tampil dengan suara bergetar.
“hari ini, tidak seperti hari-hari yang lalu, kita berbicara tentang bagaimana memelihara anak yatim. Tapi, kali ini, kita semua menjadi anak-anak yatim.” Kata Habib Ali, yang mengibaratkan hadirin sebagai anak yatim. Betapa tidak, Habib Abdurrahman dianggap sebagai orang tua tidak hanya oleh keluarganya, tapi juga oleh jamaah. Semasa hidupnya, beliau senantiasa mengayomi, membimbing dan setia mendengar keluh kesah jamaah. Tapi kini, sang pelita itu telah pergi. Sebagian hadirin terguguk menangis, bahkan ada yang histeris.
“Kepergian Walid sudah diramal jauh-jauh hari. Suatu hari beliau pernah berkata kepada saya, “Umimu dulu yang bakal berpulang kepada Allah swt, setelah itu baru saya. Dan benarlah, ibunda Hj.Barkah ( istri Walid ) berpulang sekitar tujuh bulan yang lalu, tepatnya pada 26 Juli 2006. wali juga pernah berkata kepada keluarga, “Saya pulang pada hari senin, kasih tahu saudara-saudaramu.”
Jam 12.00, jenazah disholatkan di depan kediaman Walid, dengan Imam, Habib Abdul Qadir bin Muhammad Al-Haddad 9 Al-Hawi Condet ). Pada hari itu juga, besan Habib Abdurrahman, Syarifah Rugayah binti Muhammad bin Ali Al-Attas juga wafat. Pukul 13.00, iring-iringan jenazah mulai bergerak menuju Empang Bogor, melalui jalan Tol Jagorawi. Ribuan kendaraan mengiringi ambulance yang membawa jenazah.
Disaat mobil jenazah yang didihului dua mobil pengawal dari kepolisian mendekati pintu makam pukul 16.15, konsentrasi massa yang terpusat disitu luar biasa banyaknya. Suasana pun menjadi agak gaduh. Maka setelah jenazah dikeluarkan dari mobil ambulance dan dibawa menuju liang lahat sekitar 30 meter dari pintu masuk, suasana penuh kesedihan sungguh sangat terasa. Banyak yang tak kuasa menahan tangis.
Segera setelah itu, jenazah dimasukkan ke liang lahat sambil terus diiringi dzikir yang tak henti dari para jemaah.
Mewakili Shohibul bait, Habib Hamid bin Abdullah al-Kaff, pengasuh pondok pesantren Al-Haramain Asy-Syarifain Pondok Ranggon Cipayung, memberikan tausiyah, “Sungguh kita bersama-sama telah kehilangan seorang ulama besar. Sungguh telah padam lampu yang sangat besar, yang menerangi kota Jakarta,” katanya.
“Beruntunglah murid-muridnya yang telah menimba ilmu pada almarhum. Ingatlah selalu pesan almarhum, saya sering mendengar pada acara haul, kalau saya sudah meninggal dunia, perbanyaklah mengirimkan fatihah untuk saya.’ Maka marila dalam pembacaan Fatihah-fatihah yang biasa kita baca, kita kirim untuk almarhum.”
Read more »»  

Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (1286 – 1388 H)

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (1286 – 1388 H)

Habib Ali Kwitang
Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi adalah putera dari Habib Abdurrahman Al-Habsyi. Ayah beliau tinggal di Jakarta. Ibunda beliau yaitu Nyai Salmah berasal dari Jatinegara, Jakarta Timur. Dalam perkawinannya dengan Al-Habib Abdurrahman Al-Habsyi lama sekali tidak memperoleh seorang putera pun. Pada suatu ketika Nyai Salmah bermimpi menggali sumur dan sumur tersebut airnya melimpah-limpah hingga membanjiri sekelilingnya. Lalu diceritakanlah mimpinya itu kepada suaminya.
Mendengar mimpi istrinya, Al-Habib Abdurrahman segera menemui Al-Habib Syeikh bin Ahmad Bafaqih untuk menceritakan dan menanyakan perihal mimpi istrinya tersebut. Lalu Al-Habib Syeikh menerangkan tentang perihal mimpi tersebut bahwa Nyai Salmah istri Al-Habib Abdurrahman akan mendapatkan seorang putra yang saleh dan ilmunya akan melimpah-limpah keberkatannya.
Apa yang dikemukakan oleh Al-Habib Syeikh itu tidak berapa lama menjadi kenyataan. Nyai Salmah mengandung dan pada hari Minggu tanggal 20 Jumadil ‘Awal 1286 bertepatan tanggal 20 April 1870 lahirlah seorang putra yang kemudian diberi nama Ali bin Abdurrahman Alhabsyi.
Al-Habib Abdurrahman Alhabsyi tidak lama hidup mendampingi putra yang beliau cintai tersebut. Beliau berpulang ke Rahmatulloh ketika putra beliau masih berumur 10 tahun. Tetapi sebelum beliau wafat, beliau sempat menyampaikan suatu wasiat kepada istrinya agar putra beliau hendaknya dikirim ke Hadramaut dan Makkah untuk belajar ilmu agama Islam di tempat-tempat tersebut.
Untuk memenuhi wasiat suaminya, Nyai Salmah menjual gelang satu-satunya perhiasan yang dimilikinya untuk biaya perjalanan Habib Ali Alhabsyi ke Hadramaut dan Makkah. Karena di waktu wafatnya Al-Habib Abdurrahman Alhabsyi tidak meninggalkan harta benda apapun. Dalam usia 10 tahun berangkatlah Al-Habib Ali Alhabsyi dari Jakarta menuju Hadramaut, dengan bekal sekedar ongkos tiket kapal laut sampai di tempat yang dituju.
Sesampainya di Hadramaut, Al-Habib Ali sebagai seorang anak yang sholeh, tidak mensia-siakan masa mudanya yang berharga itu untuk menuntut ilmu yang bermanfaat, sambil mencari rizki yang halal untuk bekal hidup beliau selama menuntut ilmu di tempat yang jauh dari ibunya. Sebab beliau menyadari bahwa ibunya tidak mampu untuk mengirimkan uang kepada beliau selama menuntut ilmu di luar negeri tersebut.
Diantara pekerjaan beliau selama di Hadramaut dalam mencari rizki yang halal untuk bekal menuntut ilmu ialah mengambil upah menggembala kambing. Pekerjaan menggembala kambing ini rupanya telah menjadi kebiasaan kebanyakan para sholihin, terutama para Anbiya’. begitulah hikmah Ilahi dalam mendidik orang-orang besar yang akan diberikan tugas memimpin umat ini.
Diantara guru-guru beliau yang banyak memberikan pelajaran dan mendidik beliau selama di Hadramaut antara lain :
Al-’Arif billah Al-Imam Al-Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi (Shohibul maulid di Seiwun)
Al-Imam Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-’Attos (Huraidha)
Al-Habib Al-Allammah Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur (Mufti Hadramaut)
Al-Habib Ahmad bin Hasan Alaydrus (Bor)
Al-Habib Ahmad bin Muhammad Al-Muhdhor (Guwairah)
Al-Habib Idrus bin Umar Alhabsyi (Ghurfah)
Al-Habib Muhammad bin Sholeh bin Abdullah Alatas (Wadi Amed)
As-Syeikh Hasan bin Mukhandan (Bor)
Setelah belajar di Hadramaut, beliau melanjutkan pelajaran di tanah suci Makkah, dibawah didikan ulama-ulama besar disana, diantaranya :
Mufti Makkah Al-Imam Muhammad bin Husin Alhabsyi
Sayid Bakri Syaththa’
As-Syeikh Muhammad Said Babsail
As-Syeikh Umar Hamdan
Berkat doa ibu dan ayah beliau, juga berkat doa para datuk-datuk beliau, terutama datuk beliau Rasullulloh SAW, dalam masa 6,5 tahun belajar di luar negeri Al-Habib Ali telah memperoleh ilmu Islam yang murni, luas dan mendalam yang dibawanya kembali ke Indonesia.
Meskipun demikian, beliau adalah seorang yang tidak sombong atas ilmunya. Beliau tidak menganggap bahwa ilmu yang dimilikinya sudah cukup. Beliau masih dan selalu mengambil manfaat dari para alim ulama yang ada di Indonesia saat itu. Beliau mengambil ilmu dari mereka. Diantara para guru beliau yang ada di Indonesia adalah :
Al-Habib Muhammad bin Thohir Alhaddad (Tegal)
Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi (Surabaya)
Al-Habib Abdullah bin Muhsin Alatas (Empang, Bogor)
Al-Habib Husin bin Muhsin Asy-Syami Alatas (Jakarta)
Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhor (Bondowoso)
Al-Habib Ahmad bin Muhsin Alhaddar (Bangil)
Al-Habib Abdullah bin Ali Alhaddad (Bangil)
Al-Habib Abdullah bin Usman Bin Yahya (Mufti Jakarta)
Selain menuntut ilmu, beliau juga aktif dalam mengembangkan dakwah Islamiyyah, mengajak umat Islam untuk mengikuti ajaran-ajaran Islam yang suci dengan dasar cinta kepada Alloh dan Rasul-Nya SAW.
Selain di pengajian tetap di majlis ta’lim Kwitang yang diadakan setiap hari Minggu pagi sejak kurang lebih 70 tahun yang lalu hingga sekarang dengan kunjungan umat Islam yang berpuluh-puluh ribu, beliau juga aktif menjalankan dakwah di lain-lain tempat di seluruh Indonesia. Bahkan hingga ke desa-desa yang terpencil di lereng-lereng gunung. Selain itu Al-Habib Ali Alhabsyi juga berdakwah ke Singapura, Malaysia, India, Pakistan, Srilangka dan Mesir. Beliau juga sempat mendirikan sebuah madrasah yang bernama Unwanul Ulum. Beliau banyak juga mendirikan langgar dan musholla, yang kemudian diperbesar menjadi masjid. Selain itu beliau juga sempat menulis beberapa kitab, diantaranya Al-Azhar Al-Wardiyyah fi As-Shuurah An-Nabawiyyah dan Ad-Durar fi As-Shalawat ala Khair Al-Bariyyah.
Beliau selain ahli dalam menyampaikan dakwah ilalloh, beliau juga terkenal dengan akhlaknya yang tinggi, baik terhadap kawan maupun terhadap orang yang tidak suka kepadanya. Semuanya dihadapinya dengan ramah-tamah dan sopan santun yang tinggi. Terlebih lagi khidmat beliau terhadap ibunya adalah sangat luar biasa. Dalam melakukan rasa bakti kepada ibunya sedemikian ikhlas dan tawadhu’nya, sehingga tidak pernah beliau membantah perintah ibunya. Biarpun beliau sedang berada di tempat yang jauh, misalnya sewaktu beliau sedang berdakwah di Surabaya ataupun di Singapura, bila beliau menerima telegram panggilan dari ibunya, segera beliau pulang secepat-cepatnya ke Jakarta untuk memenuhi panggilan ibunya tersebut.
Maka tidak heran apabila ilmu beliau sangat berkat, dan dakwah beliau dimana-mana mendapat sambutan yang menggembirakan. Setiap orang yang jumpa dengan beliau, apalagi sampai mendengarkan pidatonya, pastilah akan tertarik. Terutama di saat beliau mentalqinkan dzikir atau membaca sholawat dengan suara mengharukan, disertai tetesan air mata, maka segenap yang hadir turut meneteskan air mata. Dan yang demikian itu tidak mungkin jika tidak dikarenakan keluar dari suatu hati yang ikhlas, hati yang disinari oleh nur iman dan nur mahabbah kepada Alloh dan Rasul-Nya SAW.
Akhirnya sampailah waktu dimana beliau memenuhi panggilan Allah. Beliau berpulang ke haribaan Allah pada hari Minggu tanggal 20 Rajab 1388 bertepatan dengan 13 Oktober 1968, di tempat kediaman beliau di Kwitang Jakarta, dalam usia 102 tahun menurut Hijriyah atau usia 98 tahun menurut perhitungan Masehi. Ungkapan duka cita mengiringi kepergian beliau. Masyarakat berbondong-bondong hadir mengikuti prosesi pemakaman beliau…dalam suasana sendu dan syahdu. Seorang ulama besar telah berpulang, namun jasa-jasa dan ahklak mulia beliau masih tetap terkenang…menembus batasan ruang dan zaman.
Radhiyallahu anhu wa ardhah…
Read more »»  

Sabtu, 09 Juni 2012

Riwayat Sholawat Badar

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Sholawat Badar
Sholawat Badar adalah rangkaian sholawat berisikan tawassul dengan nama Allah, dengan Junjungan Nabi s.a.w. serta para mujahidin teristimewanya para pejuang Badar.

Sholawat ini adalah hasil karya Kiyai Ali Manshur, yang merupakan cucu Kiyai Haji Muhammad Shiddiq, Jember. Oleh itu, Kiyai ‘Ali Manshur adalah anak saudara/keponakanKiyai Haji Ahmad Qusyairi, ulama besar dan pengarang kitab “”Tanwir al-Hija” yang telah disyarahkan oleh ulama terkemuka Haramain, Habib ‘Alawi bin ‘Abbas bin ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani, dengan jodol “Inarat ad-Duja”.

Diceritakan bahwa asal mula karya ini ditulis oleh Kiyai ‘Ali Manshur sekitar tahun 1960an, pada waktu umat Islam Indonesia menghadapi fitnah Partai Komunis Indonesia (PKI).

Ketika itu, Kiyai ‘Ali adalah Kepala Kantor Departemen Agama Banyuwangi dan juga seorang Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama di situ.

Keadaan politik yang mencekam saat itu dan kebejatan PKI yang merajalela membunuh massa, bahkan banyak kiyai yang menjadi mangsa mereka, maka terlintaslah di hati Kiyai ‘Ali, yang memang mahir membuat syair ‘Arab sejak nyantri di Pesantren Lirboyo Kediri, untuk menulis satu karangan sebagai sarana bermunajat memohon bantuan Allah SWT untuk meredam fitnah politik saat itu bagi kaum muslimin khususnya Indonesia.

Dalam keadaan tersebut, Kiyai ‘Ali tertidur dan dalam tidurnya beliau bermimpi didatangi manusia-manusia berjubah putih – hijau, dan pada malam yang sama juga, isteri beliau bermimpikan Kanjeng Nabi s.a.w. Setelah siang, Kiyai ‘Ali langsung pergi berjumpa dengan Habib Hadi al-Haddar Banyuwangi dan menceritakan kisah mimpinya tersebut. Habib Hadi menyatakan bahwa manusia-manusia berjubah tersebut adalah para ahli Badar. Mendengar penjelasan Habib yang mulia tersebut, Kiyai ‘Ali semakin bertekad untuk mengarang sebuah syair yang ada kaitan dengan para pejuang Badar tersebut. Lalu malamnya, Kiyai ‘Ali menjalankan penanya untuk menulis karya yang kemudiannya dikenali sebagai “Sholawat al-Badriyyah” atau “Sholawat Badar”.maka terjadilah hal yang mengherankan keesokan harinya, orang-orang kampung mendatangi rumah beliau dengan membawa beras dan bahan makanan lain. Mereka menceritakan bahwa pada waktu pagi shubuh mereka telah didatangi orang berjubah putih menyuruh mereka pergi ke rumah Kiyai ‘Ali untuk membantunya kerana akan ada suatu acara diadakan di rumahnya. Itulah sebabnya mereka datang dengan membawa barang tersebut menurut kemampuan masing-masing. yang lebih mengherankan lagi adalah pada malam harinya, ada beberapa orang asing yang membuat persiapan acara tersebut namun kebanyakan orang-orang yang tidak dikenali siapa mereka.

Menjelang keesokan pagi harinya, serombongan habaib yang diketuai oleh Habib ‘Ali bin ‘Abdur Rahman al-Habsyi Kwitang tiba-tiba datang ke rumah Kiyai ‘Ali tanpa memberi tahu terlebih dahulu akan kedatangannya. Tidak tergambar kegembiraan Kiyai ‘Ali menerima para tamu istimewanya tersebut. Setelah memulai pembicaraan tentang kabar dan keadaan Muslimin, tiba-tiba Habib ‘Ali Kwitang bertanya mengenai syair yang ditulis oleh Kiyai ‘Ali tersebut. Tentu saja Kiyai ‘Ali terkejut karena hasil karyanya itu hanya diketahui dirinya sendiri dan belum disebarkan kepada seorangpun. Tapi beliau mengetahui, ini adalah salah satu kekeramatan Habib ‘Ali yang terkenal sebagai waliyullah itu. Lalu tanpa banyak bicara, Kiyai ‘Ali Manshur mengambil kertas karangan syair tersebut lalu membacanya di hadapan para hadirin dengan suaranya yang lantang dan merdu. Para hadirin dan habaib mendengarnya dengan khusyuk sambil menitiskan air mata karena terharu. Setelah selesai dibacakan Sholawat Badar oleh Kiyai ‘Ali, Habib ‘Ali menyerukan agar Sholawat Badar dijadikan sarana bermunajat dalam menghadapi fitnah PKI. Maka sejak saat itu masyhurlah karya Kiyai ‘Ali tersebut.
Selanjutnya, Habib ‘Ali Kwitang telah mengundan para ulama dan habaib ke Kwitang untuk satu pertemuan, salah seorang yang diundang diantaranya ialah Kiyai ‘Ali Manshur bersama pamannya Kiyai Ahmad Qusyairi. Dalam pertemuan tersebut, Kiyai ‘Ali sekali lagi diminta untuk mengumandangkan Sholawat al-Badriyyah gubahannya itu. Maka bertambah masyhur dan tersebar luaslah Sholawat Badar ini dalam masyarakat serta menjadi bacaan populer dalam majlis-majlis ta’lim dan pertemuan. Maka tak heran bila sampai sekarang Shalawat Badar selalu Populer. di Majelis Taklim Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi sendiri di Kwitang tidak pernah tinggal pembacaan Shalawat Badar tersebut setiap minggunya. untuk lebih lengkapnya tentang cerita ini teman2 milis MR dan teman temanku seiman dapat membaca buku yang berjudul “ANTOLOGI Sejarah Istilah Amaliah Uswah NU” yang disusun oleh H. Soeleiman Fadeli dan Muhammad Subhan. semoga Allah memberikan sebaik-baik ganjaran dan balasan buat pengarang Sholawat Badar serta para habaib yang berperan serta mempopulerkan Shalawat tersebut kepada kita kaum muslimin. Al-Fatihah…..

Sholawat badar merupakan , pernghormatan, pujian, pengakuan dan rasa syukur bagi para Syuhada perang Badar. Hal seperti ini dilakukan pula di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan iringan rebana sebagaimana terlukiskan dalam hadits berikut

[47.76]/4750 Telah menceritakan kepada kami Musaddad Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Al Mufadldlal Telah menceritakan kepada kami Khalid bin Dzakwan ia berkata; Ar Rubayyi’ binti Mu’awwidz bin ‘Afran berkata; suatu ketika, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan masuk saat aku membangun mahligai rumah tangga (menikah). Lalu beliau duduk di atas kasurku, sebagaimana posisi dudukmu dariku. Kemudian para budak-budak wanita pun memukul rebana dan mengenang keistimewaan-keistimewaan prajurit yang gugur pada saat perang Badar. Lalu salah seorang dari mereka pun berkata, “Dan di tengah-tengah kita ada seorang Nabi, yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari.” Maka beliau bersabda: “Tinggalkanlah ungkapan ini, dan katakanlah apa yang ingin kamu katakan.“
Sumber: http://www.indoquran.com/index.php?surano=47&ayatno=76&action=display&option=com_bukhari

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam hanya mengkoreksi perkataan “Dan di tengah-tengah kita ada seorang Nabi, yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari” karena Beliau tahu sebatas yang diwahyukan namun beliau tidak melarang ungkapan cinta (sholawat) sebagaimana kita ingin mengungkapkannya dengan pernyataan “katakanlah apa yang ingin kamu katakan“

Bermanfaat untuk amal sholeh (amal kebaikan) saja sekaligus memeriahkan sebuah keramaian / pertemuan.

Bisa sebagai pengganti sedekah ketika tidak punya harta yang bisa disedakahkan
Dari Abu Dzar r.a. berkata, bahwasanya sahabat-sahabat Rasulullah saw. berkata kepada beliau: “Wahai Rasulullah saw., orang-orang kaya telah pergi membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka dapat bersedekah dengan kelebihan hartanya.” Rasulullah saw. bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan untukmu sesuatu yang dapat disedekahkan? Yaitu, setiap kali tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh pada kebaikan adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah sedekah, dan hubungan intim kalian (dengan isteri) adalah sedekah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya dan dia mendapatkan pahala?” Rasulullah saw. menjawab, “Bagaimana pendapat kalian jika ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, apakah ia berdosa? Demikian juga jika melampiaskannya pada yang halal, maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)

Sumber http://www.facebook.com/notes/rasyid-saja/riwayat-sholawat-badar/10150200759387046
Read more »»  

Translate