Oleh: KH. KH. Abdul Ghofur Maimoen *)
Kesempurnaan adalah sebuah magnet. Kata para filsuf, untuk mengenal Tuhan cukup mengetahui kekurangan diri, karena yang nisbi pasti akan merindukan Yang Mutlak. Dan bagi seorang sufi, segela kebesaran dan kemuliaan yang memiliki hubungan erat dengan Yang Mutlak juga memiliki daya tariknya sendiri untuk direngkuh.
Kang santri bilang, itu lah ngalap berkah!
Imam Hakim meriwayatkan, Marwan berjalan menuju Masjid Nabawi, lalu di mendapati seseorang tunduk di pusara Nabi Muhammad. Dia meletakkan mukanya pada tanah makbarah. Marwan mengira dia menyembah Muhammad yang sama sekali bukan Tuhan, maka dia pegang lehernya sambil berkata:
“Kamu tahu, apa yang Anda lakukan ini?”
“Iya!”
Laki-laki itu menatap Marwan, dan ternyata dia adalah sahabat besar Abu Ayyub Al-Anshary ra.
“Saya sowan kepada Rasulullah SAW, bukan kepada BATU!” katanya.
Abu Ayyub lalu menjelaskan perihal sowannya kepada Rasul ini, dengan menyindir penguasa Bani Umayyah:
“Saya mendengar Rasulullah berkata: jangan menangisi agama apabila dikuasai oleh ahlinya, tapi tangisi agama jika dia dikuasai oleh yang bukan ahlinya.”
Ketertarikan kepada Baginda Rasul, sebagai insan kamil yang memiliki kedekatan khusus dengan Yang Mutlak, adalah hal yang tak terhindarkan, sehingga Abu Ayyub menempelkan pipinya pada pusara beliau.
Salah satu entitas suci yang memiliki kedekatan khusus dengan Yang Mutlak adalah kitab suci al-Quran. Wajar kalau banyak yang merengkuhnya demi terwujudnya sebuah keinginan. Tak terkecuali Ibn Taimiyah, tokoh yang dalam pandangan umum dianggap menjauh dari hal-hal yang berbau khurafat.
Suatu saat dia mimisan (mengeluarkan darah dari hidung), maka lalu dia menuliskan pada dahinya ayat 44 dari Surah hud:
وقيل يا أرض ابلعي ماءك ويا سماء أقلعي وغيض الماء وقضي الأمر
Katanya:
“Saya menuliskan ayat ini pada sejumlah orang, lalu mereka sembuh.”
Hal serupa difatwakan oleh Bin Baz, mantan mufti Saudi, bahwa seseorang yang sakit dapat dituliskan ayat-ayat Al-Quran pada secarik kertas, lalu kertas itu dibasuh dengan air dan diminumkan kepadanya.
Dan ketika Ibn Taimiyah wafat, dia memiliki magnet yang luar biasa bagi para pengikutnya, sehingga banyak di antara mereka yang ngalap berkah, sebagian dengan meminum sisa air mandinya, dan sebagian lainnya berebut daun pohon dara yang digunakan memandikannya.
Seorang yang percaya dengan Yang Mutlak, yang melihat dirinya selalu dalam kekurangan, tampaknya sangat susah untuk menghindarkan diri dari keterikatan-keterikatan yang oleh kang santri disebut “ngalap berkah”.
Wallahu a’lam bishshawab!
*) Pengasuh Ponpes Krapyak Yayasan Ali Maksum Yogyakarta
Kesempurnaan adalah sebuah magnet. Kata para filsuf, untuk mengenal Tuhan cukup mengetahui kekurangan diri, karena yang nisbi pasti akan merindukan Yang Mutlak. Dan bagi seorang sufi, segela kebesaran dan kemuliaan yang memiliki hubungan erat dengan Yang Mutlak juga memiliki daya tariknya sendiri untuk direngkuh.
Kang santri bilang, itu lah ngalap berkah!
Imam Hakim meriwayatkan, Marwan berjalan menuju Masjid Nabawi, lalu di mendapati seseorang tunduk di pusara Nabi Muhammad. Dia meletakkan mukanya pada tanah makbarah. Marwan mengira dia menyembah Muhammad yang sama sekali bukan Tuhan, maka dia pegang lehernya sambil berkata:
“Kamu tahu, apa yang Anda lakukan ini?”
“Iya!”
Laki-laki itu menatap Marwan, dan ternyata dia adalah sahabat besar Abu Ayyub Al-Anshary ra.
“Saya sowan kepada Rasulullah SAW, bukan kepada BATU!” katanya.
Abu Ayyub lalu menjelaskan perihal sowannya kepada Rasul ini, dengan menyindir penguasa Bani Umayyah:
“Saya mendengar Rasulullah berkata: jangan menangisi agama apabila dikuasai oleh ahlinya, tapi tangisi agama jika dia dikuasai oleh yang bukan ahlinya.”
Ketertarikan kepada Baginda Rasul, sebagai insan kamil yang memiliki kedekatan khusus dengan Yang Mutlak, adalah hal yang tak terhindarkan, sehingga Abu Ayyub menempelkan pipinya pada pusara beliau.
Salah satu entitas suci yang memiliki kedekatan khusus dengan Yang Mutlak adalah kitab suci al-Quran. Wajar kalau banyak yang merengkuhnya demi terwujudnya sebuah keinginan. Tak terkecuali Ibn Taimiyah, tokoh yang dalam pandangan umum dianggap menjauh dari hal-hal yang berbau khurafat.
Suatu saat dia mimisan (mengeluarkan darah dari hidung), maka lalu dia menuliskan pada dahinya ayat 44 dari Surah hud:
وقيل يا أرض ابلعي ماءك ويا سماء أقلعي وغيض الماء وقضي الأمر
Katanya:
“Saya menuliskan ayat ini pada sejumlah orang, lalu mereka sembuh.”
Hal serupa difatwakan oleh Bin Baz, mantan mufti Saudi, bahwa seseorang yang sakit dapat dituliskan ayat-ayat Al-Quran pada secarik kertas, lalu kertas itu dibasuh dengan air dan diminumkan kepadanya.
Dan ketika Ibn Taimiyah wafat, dia memiliki magnet yang luar biasa bagi para pengikutnya, sehingga banyak di antara mereka yang ngalap berkah, sebagian dengan meminum sisa air mandinya, dan sebagian lainnya berebut daun pohon dara yang digunakan memandikannya.
Seorang yang percaya dengan Yang Mutlak, yang melihat dirinya selalu dalam kekurangan, tampaknya sangat susah untuk menghindarkan diri dari keterikatan-keterikatan yang oleh kang santri disebut “ngalap berkah”.
Wallahu a’lam bishshawab!
*) Pengasuh Ponpes Krapyak Yayasan Ali Maksum Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar