-->


"Kami tidak lebih hanyalah para penuntut ilmu yang fakir dan hina. Berjalan Keluar masuk melewati jalan-jalan di belantara mazhab. Di sini berhati-hatilah, siapa saja bisa tersesat dan berputar-putar dalam kesia-siaan. Banyak papan nama, baik yang baru dipasang atau yang sudah lama ada. Memilih jalan ini begitu mudah dan bahkan membanggakan bagi siapa saja yang tidak teliti. Akhirnya yang kami pilih adalah jalan dengan 'papan nama' yang sudah ada sejak lama. Inilah jalan kami, jalan Ahlus Sunnah Waljama'ah, jalan konservative, jalannya para pendahulu yang telah merintis dan menempuh jalan estafet dari Rosulullah SAW. Adapun jalan dengan papan nama yang baru dipasang kami ucapkan selamat tinggal. Biarkan kami memilih jalan ini, jalan tradisi Islam turun temurun yang sambung menyambung sanad: murid dari guru, dari guru, dari guru.... dari Salafunas Sholih, dari tabi'ut tabi'in, dari tabi'in, dari sahabat, sumbernya langsung sampai ke Baginda Rosulullah SAW.
Inilah jalan kami.... Ahlussunnah Waljama'ah.


Cari Blog Ini

Rabu, 25 April 2012

Syaikh Nawawi al-Jawi Pemilik 3 Gelar Agung ; Sayyid Ulama Hijaz, Ahad Fuqaha Wa Hukama al-Muta’akhirin dan Imam ‘Ulama al-Haramain




Nama lengkap tokoh kita yang adalah Muhammad Nawawi ibn Umar bin Arbi al-Bantani al-Jawi. Lahir tahun 1230 H 1813-M di Tanara Serang Banten [1].Di kalangan keluarganya beliau di kenal dengan nama Abu Abd al-Mu'thi.Ayahnya, KH. Umar bin Arbi, adalah salah seorang ulama terkemuka di daerah Tanara. Dari garis nasab, Syekh Nawawi adalah keturunan ke-12 dari Maulana Syarif Hidayatullah, atau lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati, Cirebon. Dengan demikian dari peraturan keturunan ayah, syaikh Nawawi berasal dari keturunan Rasulullah. Sedangkan ibunya bernama Zubaidah, berasal dari garis keturunan Muhammad Singaraja.Syekh Nawawi merupakan anak pertama dari tujuh orang bersaudara. Enam orang saudaranya adalah Ahmad Syihabuddin, Tamim, Said, Abdullah, Tsaqilah dan Sariyah. 

Saat Syekh Nawawi lahir, kesultanan Banten sedang berada di ambang keruntuhan. Raja yang memerintah saat itu Sultan Rafi'uddin (1813 M), diturunkan secara paksa oleh Gubernur Rafles untuk diserahkan ke Sultan Mahmud Syafi'uddin, dengan alasan tidak dapat mengamankan negara. Pada tahun transisi kesultanan tersebut (1816 H) di Banten telah ada Bupati yang di angkat oleh Pemerintah Belanda. Bupati pertama bernama Aria Adisenta.Namun, setahun kemudian diselenggarakan pula jabatan Residen paling dijabat oleh orang belanda sendiri. Akibatnya, pada tahun 1832 M, Istana Banten dipindahkan ke Serang oleh Pemerintah Belanda. Inilah akhir kesultanan Banten yang didirikan oleh Sunan Gunung Jati pada tahun 1527 M.Kondisi sosial politik seperti inilah yang melingkupi kehidupan Syekh Nawawi. 

Syekh Nawawi tumbuh dalam lingkungan agamis. Sejak umur lima tahun, ayahnya yang seorang tokoh ulama Tanara, langsung memberikan pelajaran-pelajaran agama dasar kepada beliau. Di samping kecerdasan yang dimiliki, Syekh Nawawi sejak kecil, juga dikenal sebagai sosok yang tekun dan rajin.Beliau dikenal juga sebagai orang yang tawadlu ', zuhud, bertaqwa kepada Allah, di samping keberanian dan ketegasannya. 

Pada masa remaja, Syekh Nawawi bersama saudaranya; Tamim, Ahmad, pernah belajar pada KH Sahal, salah seorang ulama Banten sangat terkenal saat itu, kemudian belajar pula kepada Raden Yusuf Purwakarta Jawa Barat.Ketika menginjak umur 13 tahun, Syekh Nawawi bersaudara ditinggal wafat ayahnya, sampai walau usia Syekh Nawawi terbilang muda, pucuk pimpinan pondok pesantren sepeninggal ayahnya digantikan olehnya. Lewat dua tahun kemudian, saat usianya menginjak 15 tahun, tepatnya tahun 1828 M, Syekh Nawawi menunaikan ibadah haji, sekaligus untuk tujuan menuntut ilmu di Mekkah. 

Tiga tahun menuntut ilmu di Mekkah, Syekh Nawawi waktu pulang ke Indonesia. Namun, tujuan mengembangkan ilmu di kampung halaman tidak semulus perkiraannya. Setiap gerak gerik umat Islam di Indonesia saat itu dibatasi secara ketat oleh kolonial Belanda. Kondisi yang tidak kondusif ini memaksa Syekh Nawawi untuk kembali ke Mekah. Akhirnya pada tahun 1855 H, beliau kembali ke Mekkah, di sana beliau kembali belajar sekaligus mengobarkan semangat juang melawan kolonial Belanda. 

Di Mekkah, di satu tempat yang dikenal dengan "Kampung Jawa" Syekh Nawawi belajar pada beberapa ulama besar yang berasal dari Indonesia. Di antaranya; Syaikh Khatib Sambas (berasal dari Kalimantan Barat) dan Syaikh Abd al-Ghani (berasal dari Bima NTB). Tentunya beliau juga belajar kepada para ulama besar Mekah di masanya, seperti; Syaikh Ahmad Zaini Dahlan (Mufti Madzhab syafi'i di Mekah), Syaikh Ahmad Dimyathi, Syaikh Abd al-Hamid ad-Daghestani, Syaikh Nahrawi dan lainnya. 

Pada gilirannya, hasil tempaan ilmiah "Kampung Jawa" tampil ke permukaan.Di antara yang populer saat itu Syaikh Nawawi al-Jawi dan Syekh Ahmad Khathib al-Minangkabawi. Setelah kurang lebih 30 tahun, Syekh Nawawi tampil menjadi salah seorang ulama terkemuka di Mekah. Kedalaman ilmu beliau menjadi sebagai guru besar di Masjidil Haram. Bahkan ia memiliki tiga gelar kehormatan prestisius, "Sayyid 'Ulama al-Hijaz" yang dianugerahkan olah para ulama Mesir, "Minggu Fuqaha Wa hukama Al-muta'akhirin" dan "Imam' Ulama al-Haramain". Layaknya seorang Syekh dan ulama besar, Syekh Nawawi sangat menguasai berbagai disiplin ilmu agama. Seperti Tauhid, Fikih, Tafsir, Tasawwuf (akhlak), Tarikh, Tata Bahasa dan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari karya-karya yang dihasilkan beliau yang mencakup berbagai disiplin ilmu tersebut. 

Dari hasil perjalanan ilmiahnya, Syekh Nawawi di kemudian hari menjadi sosok laksana lautan ilmu. Tidak mengherankan kemudian banyak ulama besar yang lahir dari tangan beliau, baik para ulama nusantara maupun luar Indonesia. Di antara ulama yang Indonesia kemudian menjadi tokoh-tokoh ulama besar, bahkan menjadi para pejuang untuk kemerdekaan Indonesia adalah; asy-Syaikh al-Akbar, pencetus organisasi gerakan sosial [2] "Nahdlatul Ulama"; KH Hasyim Asy'ari Tebuireng, Jawa Timur , Syaikh Kholil Bangkalan Madura, KH Asy'ari Bawean, Jawa Timur, yang kemudian dinikahkan dengan putrinya sendiri yang bernama Maryam, KH Najihun Gunung Mauk Tangerang, yang juga dinikahkan dengan cucunya; Salmah binti Ruqayyah, KH Asnawi Caringin Banten, KH Ilyas Kragilan Banten , KH 'Abdul Gaffar Tirtayasa Banten, dan KH Tubagus Ahmad Bakri Sempur Purwakarta, Jawa Barat. Di antara muridnya yang berasal dari Malaysia adalah KH Dawud, Jakarta. 

Tentang jumlah karya-karya Syekh Nawawi ada perbedaan pendapat. Satu pendapat menyatakan berjumlah 99 buah karya. Pendapat lain menyatakan 115 buah karya. Terlepas pendapat mana lebih kuat, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Syekh Nawawi adalah seorang ulama besar yang sangat produktif. 

Karya-karya beliau dapat kita klasifikasi dalam masing-masing disiplin ilmu. Di antaranya sebagai berikut; di bidang aqidah, dan akhlak di antaranya; Kasyifat as-Saja Syarh Safinat an-Naja ditulis pada tahun 1292 H, Bahjat al-Wasa'il ditulis pada tahun 1292 H, Fath al-Majid Syarh ad-Durr al -Fari fi at-Tauhid ditulis pada tahun 1298 H, tijan ad-Durari ditulis pada tahun 1301 H, Qami 'at-thughyan Syarh Manzhumat Syu'ab al-iman, Nur Az Zhalam Syarh Manzhumat' Aqidat al-'Awam, Nasha 'ih al-' Ibad Syarh al-Munabbihat 'Ala al-Isti'dad li Yaum al-Ma'ad, Salalim al-Fudlala Syarh Manzhumat Hidayat al-Adzkiya, dan lain-lain. Dalam bidang fikih diantaranya; Fathul-Mujib ditulis pada tahun 1276 H, Mirqat Shu'ud at-tashdiq Syarh Sullam at-Taufiq, nihayat az-Zain ditulis tahun 1297 H, 'Uqud al-Lujjain Fi Bayan Huquq az-Zaujain ditulis pada tahun 1297 H, at-Tausyih 'Ala Ibn Qasim, dan lainnya. Dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra, di antaranya; Lubab al-Bayan, Fath al-Gafir al-Khatiyyah Syarh al-Kaukab al-Jaliyyah, Al-Fushush al-Yaqutiyyah Syarh ar-Raudlah al-Bahiyyah fi al-abwab at-Tashrifiyyah , dan lain-lain Dalam bidang Sejarah di antaranya; Targhib al-Mustaqim tentang maulid nabi, al-Ibriz ad-Dani tentang sejarah hidup Rasulullah, Fath as-Shamad tentang maulid nabi, dan lain-lai.

Catatan Kaki: 
[1] al-Bantani nisbat kepada Banten, al-Jawi nisbat kepada Jawa. Tidak ada data lengkap dan akurat perihal tanggal, bulan kelahirannya. Dari sini ada perbedaaan mencolok antara Syekh Nawawi dengan Imam an-Nawawi. Yang pertama dikenal dengan al-Jawi atau al-Bantani, biasanya ditulis tanpa alif dan tanpa lam ta'rif, wafat tahun 1315 H. Sementara yang kedua ditulis dengan alif dan lam ta'rif, dinisbatkan kepada Nawa, nama tempat kelahirannya di Mesir, wafat 676 H, adalah seorang ahli Fiqh sekaligus ahli hadits terkemuka, penulis Syarh Shahih Muslim, riyadl as-shalihin, al-Adzkar, dan lainnya, yaitu al-Imam Yahya bin Syaraf an-Nawawi. 
[2] Tujuan utama dicetuskan Nahdlatul Ulama adalah untuk mempertahankan ajaran Ahlussunnah; dalam hal ini ajaran Asy'ariyyah Maturidiyyah dalam aqidah dan Syafi'iyyah dalam fiqih. Cikal bakal dari timbulnya gerakan Nahdlatul Ulama adalah dimulai dari dibentuknya "Komite Hijaz" sebagai kontraproduktif terhadap gerakan "Wahhabiyah" di Hijaz (Mekkah dan Madinah). Gerakan ekstrim Wahhabiyyah sampai ke batasan yang tidak dapat ditolerir; di antaranya, usaha mereka dalam menghancurkan peninggalan-peninggalan sejarah umat Islam, termasuk keinginan mereka menghancurkan "al-Qubbah al-Khadlra" yang berada di atas makam Rasulullah, dan bahkan mereka ingin menghancurkan makam Rasulullah sendiri. Inilah yang menyulut terbentuknya Komite Hijaz pada, termasuk berkumpulnya ulama sunni di Hijaz dari berbagai penjuru dunia saat itu.Komite ini kemudian dibulatkan menjadi organisasi Nahdlatul Ulama.

Oleh: Ust. Muhammad Zakaria Al Faruq Hafidzhullah Ta'alaa Di Publikasikan Oleh : MT. Miftahul Khoir

Tidak ada komentar:

Translate