-->


"Kami tidak lebih hanyalah para penuntut ilmu yang fakir dan hina. Berjalan Keluar masuk melewati jalan-jalan di belantara mazhab. Di sini berhati-hatilah, siapa saja bisa tersesat dan berputar-putar dalam kesia-siaan. Banyak papan nama, baik yang baru dipasang atau yang sudah lama ada. Memilih jalan ini begitu mudah dan bahkan membanggakan bagi siapa saja yang tidak teliti. Akhirnya yang kami pilih adalah jalan dengan 'papan nama' yang sudah ada sejak lama. Inilah jalan kami, jalan Ahlus Sunnah Waljama'ah, jalan konservative, jalannya para pendahulu yang telah merintis dan menempuh jalan estafet dari Rosulullah SAW. Adapun jalan dengan papan nama yang baru dipasang kami ucapkan selamat tinggal. Biarkan kami memilih jalan ini, jalan tradisi Islam turun temurun yang sambung menyambung sanad: murid dari guru, dari guru, dari guru.... dari Salafunas Sholih, dari tabi'ut tabi'in, dari tabi'in, dari sahabat, sumbernya langsung sampai ke Baginda Rosulullah SAW.
Inilah jalan kami.... Ahlussunnah Waljama'ah.


Cari Blog Ini

Rabu, 18 April 2012

“Al-Muwaththa’ berjalan” Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki


Sayid alwi almaliki

"Beliau juga sering di sebut dengan julukan  “Al-Muwaththa’ berjalan”, karena beliau hafal kitab al-Muwaththa’ Imam Malik sejak umur 15 tahun."

Beliau adalah Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas al-Maliki al-Hasani. Beliau lahir di Mekkah pada tahun 1365 H. putra dari ulama besar yang mengajar di Masjidil Haram, Sayyid Alawi Abbas al-Maliki. Tidak di sangsikan lagi, beliau masih keturunan Rasulallah dan nasab beliau masih terkait dengan Sayyidina Hasan, cucu Rasulallah.
Kecerdasan Sayyid Mahammad Alawi sudah ketara mulai masih kecil. Sudah dapat menghafal al-Qur’an ketika masih berusia 7 tahun dan sudah menghafal kitab hadits al-Muwaththa karya Imam Malik saat beliau berumur 15 tahun. Dan pada saat beliau berumur 25 tahun, beliau meraih gelar doktor ilmu hadits dengan predikat mumtaz (excellent) di bawah bimbingan ulama besar Mesir, Prof. Dr. Muhammad Abu Zahrah. Rihlah ilmiyyah beliau cukup panjang dan luas di bawah bimbingan ulama-ulama shalihin yang amilin. 
Usia ke-26, beliau di kukuhkan sebagaguru besar ilmu hadits pada Universitas Ummul Qura, Makkah, Arab Saudi. Dan pada tanggal 2 Shafar 1421/ 6 Mei 2000 beliau di anugrahi gelar ustadziyyah atau professor dari Universitas al-Azhar asy-Syarif Kairo Mesir. Dan ini semua adalah prestasi luar biasa dan kebanggaan bagi pendudukk Kerajaan Arab Saudi, yang memang layak di capai putra ulama besar se keliber Sayyid Alawi al-Maliki.
Pada tahun 1974, setahun setelah ayahandanya wafat, Sayyid Muhammad Alawi membuka pesantrennya di Utaibiyyah bersama dengan adik kandungnya, Sayyid Abbas. Namun pesantren tersebut akhirnya di pindah ke kawasan yang lebih luas tapi agak jauh dari Masjidil Haram, di pinggiran selatan kota Makkah di daerah Rusyaifah, yang kemudian di beri nama jalan al-Maliki.
Sebagai ulama besar, perjalanan hidupnya juga di penuhi onak dan duri ujian hidup seperti jejak ulama-ulama shalih pendahulunya. Pada tahun 80-an terjadi perselisihan antara beliau dengan beberapa ulama Wahhabi yang di sokong oleh Kerajaan Arab Saudi. Beliau di tuduh sesat, penyebar bid’ah dan khurafat. Beliau kemudian di kucilkan, hingga pernah mengungsi ke Madinah selama bulan Ramadhan.
Perselisihan tersebut semakin meruncing, namun akhirnya berhasil di cari jalan tengah dengan melakukan dialog atas rekomendasi atau saran dari Mufti Wahhabi yang kebetulan berseberangan pemikiran dan sangat membenci Sayyid Muhammad Alawi, yaitu Syaikh Abdul Aziz bin Baz . Dalam dialognya, Sayyid Muhammad Alawi beradu argumen dengan kuat saat berhadapan dengan ulama mantan Hakim Agung Arab Saudi, Syaikh Abdullah bin Mani’.
Dalam dialog atau perdebatan dengan ulama Wahhabi yang di tayangkan TV setempat DIMENANGKAN oleh Sayyid Muhammad Alawi dan beliau kian mendapat simpati. Konon, diam-diam keluarga Kerajaan Arab Saudi pun sebenarnya berpihak pada Sayyid Muhammad Alawi, namun takut jika di ketahui mayoritas penganut Wahhabi.
Syaikh Abdullah bin Mani’ kemudian menerbitkan catatan dialognya dalam bentuk kitab yang di beri judul Hiwar Ma’a al-Maliki Liraddi Munkaratihi wa Dhalalatihi (Dialog dengan al-Maliki untuk menolak kemungkaran dan kesesatannya), sebuah kitab yang sekarang di ‘gandrungi’ dan di jadikan referensi penganut Wahhabi di Indonesia untuk mencabik-cabik Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki dan pengiku-pengikutnya, terutama dari keluarga Pondok Pesantren Wahhabi, Al-Furqon, Sedayu Gresik Jatim.
Sayyid Muhammad kemudian juga menerbitkan kitab terkenalnya, Mafahim Yajibu an Tushahhah (Faham-Faham Yang Harus Di Luruskan). Kitab beliau ini mendapat sambuatan dan pengakuan luar biasa dari ulama-ulama besar di seluruh pelosok penjuru dunia. Lebih dari 40 ulama besar dunia ikut memberikan kata sambutan pada kitab tersebut. Selain dari pada itu, ulama-ulama Mesir, Tunisia, Kuwait dan sebagainya telah membuat pembelaan terhadap Sayyid Muhammad baik dengan tulisan maupun lisan. Kitab populer tersebut kemudian menjadi andalan segenap pengikut Ahlussunnah dalam mempertahankan pluralitas aliran di Tanah Suci Mekkah.
.
Namun ulama Wahhabi ternyata tidak berhenti begitu saja. Setelah Sayyid Muhammad Alawi menerbitkan kitabnya, Mafahim, ulama Wahhabi lain yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama Arab Saudi, Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alu Syaikh menulis kitab yang menghantam pemikiran Sayyid Muhammad Alawi tersebut dengan judul Hadzihi Mafahimuna (Ini adalah Faham-Faham Kami). Kitab ini juga menjadi referensi utama kelompok Wahhabi di Indonesia. Di Pondok Pesantren Wahhabi al-Furqan Sedayu Gresik, di terbitkan buku yang tidak selayaknya di tulis dengan judul Mengenal Lebih Dekat ‘Syaikh’nya Nahdhatul Ulama, sebuah buku yang mengkritik dan menjelek-jelekkan keturunan Rasulallah Saw, yaitu Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki dan sangat melukai hati warga Nahdhiyyin.
Kemudian, sebagai ulama yang ikhlas dan selalu berharap ridha dari Allah, Sayyid Muhammad Alawi pun mengajak kembali berdialog untuk mempersatukan persepsi dan pemahaman, namun ajakan tersebut tak tersambut. Hanya selang 10 tahun berikutnya, di laksanakan dialog Nasional ke-2 di Makkah Mukarramah tepat pada tanggal 5-9 Dzul Qa’dah 1424 H. yang di prakarsai oleh Amir Abdullah bin Abdul Aziz. Dialog tersebut di adakan untuk mencari solusi tepat pasca terjadinya serangan pengeboman oleh kelompok teroris di Riyadh yang di sinyalir akibat dari buah melegalkan ektrimisme takfir dari kelompok-kelompok yang menisbatkan dirinya Salafiyyah. Meski di anggap terlambat oleh Sayyid Muhammad Alawi, namun beliau tetap menyambut gembira ajakan di alog tersebut.
Prilaku dzalim lain yang dialami Sayyid Muhammad Alawi adalah beliau pernah di keluarkan dari mengajar di Masjidil Haram oleh kelompok-kelompok Wahhabi. Namun semua itu di hadapi dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Dan setelah di keluarkan dari mengajar di Masjidil Haram tersebut, beliau mengajar di kediaman beliau di jalan Alawi, Rushaifah, Makkah.
Selain beliau adalah ulama panutan segenap muslimin ahlussunnah wal jama’ah, beliau juga aktif di bidang dakwah yang di gelar Rabithah Alam al-Islami (Liga Dunia Islam) dan Muktamar Alam Islami (Organisasi Konferensi Islam atau OKI). Beliau juga termasuk salah satu ulama Islam yang aktif dan produktif dalam hal menulis kitab dalam berbagai tema, baik yang bermuatan da’wah, hadits, nasehat, sirah Nabawiyyah dan lain-lain. Berikut adalah daftar kitab-kitab yang di tulis oleh beliau:
1. Al-Dzakhair al-Muhammadiyyah
2. Al-Mukhtar min Kalam al-Akhyar
3. Fadl al-Muwaththa’ wa ‘inayah al-Ummah al-Islamiyyah bih
4. Al-Insan al-Kamil
5. Al-Manhal al-Lathif fi Mushthalah al-Hadits
6. Al-Qawaid al-Asasiyyah fi Mushthalah al-Hadits
7. Al-Qawaid al-Asasiyyah fi Ulum al-Qur’an
8. Al-Hajj
9. Al-Muslimun Baina al-Waqi’ wa al-Tajribah
10. Al-Musytasyriqun Baina al-Inshaf wa al-’Ashabiyyah
11. Wahuwa fi al Ufuq al-A’la
12. Al-Anwar al-Bahiyyah
13. Nidham al-Usrah
14. Labaik Allahumma Labaik
15. Haula Khashaish al-Qur’an
16. Zubdah al-Itqan fi Ulum al-Qur’an
17. Qul Hadzihi Sabili
18. Fi Sabili al-Hadyi wa Rasyad
19. Fi Rihabi Bait al-Haram
20. Kasyf al-Ghummah
21. Al-Qudwah al-Hasanah
22. Mafhum at-Thathawwur wa at-Tajdid fi as-Syari’ah al-Islamiyyah
23. Haula al-Ihtifal bi al-Maulid an-Nabawi
24. Al-Ziarah an-Nabawiyyah
25. Khashaish al-Ummah al-Muhammadiyyah
26. At-Tahdzir min al-Mujazafah bi at-Takfir
27. Adzkar Nabawiyyah wa Ad’iyyah Salafiyyah.
28. Al-Hushun al-Mani’ah
29. Dzakariyyat wa Munasabat
30. Ad-Da’wah al-Ishlahiyyah
31. Tarikh al-Hawadits wa al-Ahwal an-Nabawiyyah
32. Mukhtashar Sirah ar-Rasul
33. Syari’ah Allah al-Khalidah
34. Syarah Mandlumah al-Waraqat fi Ushul al-Fiqh
35. Fath al-Qarib al-Mujib ‘ala Tahdzib at-Targhib wa at-Tarhib
36. Ma La ‘Ainun Ra’at
37. Anwar al-Masalik
38. Waqi’iyyat at-Tarbiyah al-Islamiyyah
39. Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah
40. Al-Muwaththa’ bi Riwayat Ibn al-Qasim
41. Mafahim Yajib an Tushahhah
42. At-Thali’ as-Sa’id
43. Huwa Allah
44. Abwab al-Faraj
45. Manhaj as-Salaf fi Fahm an-Nushush
46. Al-Ghuluw (makalah pada debat Nasional ke-2 di Makkah Mukarramah)
Banyak orang yang menyebut Sayyid Muhammad Alawi sebagai al-allamah (seorang yang sangat mengetahui ilmu agama) atau ulama besar. Bahkan, Syaikh Muhammad Sulaiman Faraj, seorang ulama Makkah, menyebutnya al-arif billah (wali). Beliau juga sering di sebut dengan julukan ‘Al-Muwaththa’ berjalan’ kerena beliau hafal kitab al-Muwaththa’ Imam Malik sejak umur 15 tahun.
Akhlak beliau juga patut di tiru oleh segenap muslimin. Di tengah derasnya cacian, hinaan, pengkafiran, hujatan dan pensesatan dari ulama Wahhabi dan pengikutnya, beliau dengan tetap sabar dan tegar menerimanya, bahkan tak satupun kata beliau menghina balik terhadap musuh-musuhnya yang amat kejam dan tidak bertata krama Islam sama sekali, baik lewat lisan atau tulisan. Lihatlah kitab Mafahim Yajibu an Tushahah yang dengan hati ikhlas dan mengharap ridha dari Allah, beliau dengan santun dan tak satupun mencantumkan tulisan yang berbau menghina seseorang. Bahkan dalam mukaddimahnya, beliau menulis “Kami berlindung kepada Allah dari apabila kami termasuk dari orang-orang yang belajar ilmu karena tujuan beredebat dengan sombong atau mujadalah, sebagaimana sabda Rasulallah Saw. “Barang siapa mencari ilmu yang ilmunya akan di gunakan untuk mendebat orang-orang bodoh dengan sombong atau menyombongi ulama atau supaya orang-orang datang berduyun-duyun kepadanya, niscaya Allah akan memasukkan dia ke neraka” (HR. at-Tirmidzi dan lain-lain). Dan kitabku ini sama dengan kitab-kitab lain yang menerima untuk di perbaiki dan di murajaah kembali. Dan aku –dengan anugrah dari Allah– mengakui hal itu di setiap karya-karyaku yang sudah aku tulis. Dan aku juga menulis di setiap akhir tulisan kitabku (sungguh aku memohon taufiq dan kebenaran dari Allah dalam setiap yang aku tulis. Apabila isinya benar, maka itu semata-mata dari Allah, dan jika salah, maka itu dari aku pribadi dan ijtihadku. Dan aku berharap dari setiap orang yang melihat tulisanku untuk memberikan petunjuk (irsyad) dan menunjukkan kesalahan-kesalahku)” Sungguh sebuah sikap tawadhu’, inshaf dan penuh keikhlasan yang di tunjukkan ulama besar panutan Islam. Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki. Semoga Allah meridhainya!
Beliau wafat tepat pada hari Jum’at yang barakah, tanggal 15 Ramadhan 1425 H. dan di makamkan di Jannataul Ma’la dekat dengan makam Sayyidah Khadijah al-Kubra, istri Rasulallah.
Dan alhamdulillah, sebelum beliau wafat, Allah telah memperlihatkan kejayaan dakwah dan tarbiyah beliau dengan lunturnya sedikit demi sedikit faham ekstrim Wahhabi dan beliau mendapat pengakuan yang selayaknya dari Kerajaan Saudi.
(Sumber : www.sarkub.com Di Terbitkan Oleh : MT. Miftahul Khoir)

Tidak ada komentar:

Translate