-->


"Kami tidak lebih hanyalah para penuntut ilmu yang fakir dan hina. Berjalan Keluar masuk melewati jalan-jalan di belantara mazhab. Di sini berhati-hatilah, siapa saja bisa tersesat dan berputar-putar dalam kesia-siaan. Banyak papan nama, baik yang baru dipasang atau yang sudah lama ada. Memilih jalan ini begitu mudah dan bahkan membanggakan bagi siapa saja yang tidak teliti. Akhirnya yang kami pilih adalah jalan dengan 'papan nama' yang sudah ada sejak lama. Inilah jalan kami, jalan Ahlus Sunnah Waljama'ah, jalan konservative, jalannya para pendahulu yang telah merintis dan menempuh jalan estafet dari Rosulullah SAW. Adapun jalan dengan papan nama yang baru dipasang kami ucapkan selamat tinggal. Biarkan kami memilih jalan ini, jalan tradisi Islam turun temurun yang sambung menyambung sanad: murid dari guru, dari guru, dari guru.... dari Salafunas Sholih, dari tabi'ut tabi'in, dari tabi'in, dari sahabat, sumbernya langsung sampai ke Baginda Rosulullah SAW.
Inilah jalan kami.... Ahlussunnah Waljama'ah.


Cari Blog Ini

Rabu, 18 April 2012

Berdzikirlah Dengan Benar


Dzikr (menyebut nama Allah ta’ala) yang dinyatakan dalam al-Qur’an dan hadits sebagai perbuatan yang mulia adalah dzikr yang diajarkan oleh Rasulullah dan diriwayatkan dari beliau secaramutawatir atau shahih. Bahwasanya Rasulullah adalah orang yang paling fasih dan paling tinggi tingkat kebalagh-ahannya di antara orang-orang Arab, adalah suatu hal tak dapat dipungkiri. Begitu juga para sahabat yang secara langsung menimba ilmu dari Rasulullah, mereka semua termasuk orang-orang yang memiliki tingkat kefasihan dan kebalagh-ahan yang tinggi, dari sini dapat disimpulkan bahwasanya al-Qur’an dan Sunnah sampai kepada kita secaramutawatir dan shahih dengan kondisi aslinya sebagaimana kita dapati saat ini; dimana di dalamnya terdapat madd, qashr, tafkhim, tarqiq, idgham, fakk dan sebagainya.
             Dzikr adalah lafazh yang menunjukkan tentang dzat Allah dan sifat-sifat-Nya, baik diperoleh dari al-Qur’an maupun hadits -sebagaimana yang kita ketahui bersama- atau dari selain keduanya, tapi tidak boleh semaunya sendiri.
            Di antara dzikr-dzikr yang diambil dari al-Qur’an seperti firman Allah:
          فاعلم أنه لا إله إلا الله
Dan dari hadits seperti sabda Rasulullah:
          أفضل ما قلت أنا والنبييون من قبلي لا إله إلا الله
Juga seperti kalimat:
          الله الله ربي    
contoh-contoh dzikr di atas diperoleh dari Rasulullah dengan tata cara bacaan sebagaimana diajarkan oleh para ulama dan para ahli qira’ah; yaitu dengan memanjangkan لا dan meringankan bacaan hamzahnya; memendekkan bacaanhamzah, memanjangkan لا dan memendekkan ha’ serta menyambungnya dengan huruf istitsna’ (إلا ); menyambung huruf istitsna’ dengan lafazh الله  dengan menipiskan lamnya;  membuang hamzah dari lafazh الله  , menebalkanlamnya dan memanjangkan bacaan lam tersebut, memendekkan ha’ atau mensukunkannya. Kalu lafazh الله  dibaca di permulaan, maka hamzahnya dinampakkan dan selanjutnya seperti yang telah dijelaskan. Begitu juga nama-nama yang lain, semuanya bisa dijadikan dzikr sebagaimana yang disampaikan oleh Rasululla, seperti الرحمن , الرحيم  (dengan dipanjangkan bacaannya) atau الحي  (dengan dipendekkan bacaannya).
            Inilah yang sesuai dengan kaidah bahasa Arab yang mana Rasulullah adalah orang yang paling fasih dalam mengucapkannya. Oleh karena itu segala apa yang bertentangan dengan ini semua seperti yang terdapat dalam pertanyaan atau yang tidak pernah didengar sebelumnya, bahkan yang sengaja dibuat-buat oleh setan yang kemudian disampaikan kepada pengikut-pengikutnya yang sesat, semua itu bukanlah dzikr, tetapi hanyalah kemunkaran dan kerusakan, dan haram hukumnya untuk diucapkan, karena terdapat pengubahan dan pelecehan terhadap nama-nama Allah, menamakan Allah dengan nama-nama yang tidak terdapat dalam al-Qur’an atau hadits dan tidak disepakati oleh para ulama, serta tidak menunjukkan pada pengagungan dan penghormatan, itu semua hanyalah bertujuan untuk merendahkan dan menghina Allah ta’ala.
            Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أصدق الحديث كتاب الله تعالى، وخير الهدي هدى محمد r ، وشر الأمور محدثاتها، وكل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة، وكل ضلالة في النار
Maknanya: 
Beliau juga bersabda:
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
Maknanya: 

            Dari situ, maka wajib hukumnya mengingkari dan melarang mereka baik dengan tindakan bagi siapa saja yang mampu, atau dengan nasehat jika tidak mampu dengan tindakan, atau setidaknya dengan mengingkarinya dalam hati. Tidak boleh menghadiri majlis-majlis mereka atau mendengrkan ajaran mereka, karena sesungguhnya dengan kemaksiatan yang mereka perbuat, mereka seharusnya  mendapatkan hukuman, sementara menyetujui dan ridlodengan apa yang mereka perbuat berarti sama saja dengan mereka yang mendapatkan murka dari Allah ta’ala.
            al-Amir berkata dalam risalahnya yang berjudul (Nataij al-fikr fi adab adz-dzikr):
            “Huruf لا (huruf nafi) pada   لا إله إلا الله harus dibaca panjang minimal tiga harakat (menurut bacaan yang paling fasih), karena bertemu dengan hamzah pada lafazh إله , boleh juga dipanjangkan sampai maksimal enam harakat, ini juga sesuai dengan riwayat yang mutawatir, yang dikenal di kalangan ahli qira’ah dengan “mad munfashil”. Lain halnya dengan لا  pada lafazh jalalah (الله ), tidak boleh dipanjangkan melebihi dua harakat (mad thabi’i, yaitu yang sesuai dengan keaslian hurufnya). Adapun jika lafazh jalalah tersebut bersambung dengan lafazh lain seperti:
لا إله إلا الله محمد رسول الله
Atau ketika dibaca berulang ulang secara bersambung tanpa berhenti, maka tidak boleh dipanjangkan lebih dari dua harakat. Kecuali kalau ha’-nya diwaqafkan (disukun), maka boleh dipanjangkan sampai enam harakat, ini sesuai dengan riwayat yang mutawatir. Sebagian ulama menyatakan bahwasanya lafazh jalalah kalau diucapkan pada takbirat al-Ihram, tidak apa-apa dipanjangkan sampai empat belas harakat dengan tujuan untuk lebih mengagungkan Allah atau untuk menghadirkan niat shalat, ini adalah bacaan yang paling panjang yang dijelaskan oleh para ulama ahli qira’ah, meskipun termasuk pendapat yang syadz.                            
            “Semua kalimat tauhid harus dibaca tipis (tarqiq), kecuali lafazh jalalah (harus di tebalkan [tafkhim])”.
            “Para ulama memberikan larangan bagi siapa saja yang  membaca لا إله إلا الله untuk berhenti pada bacaan ,لا إله  karena mengandung arti ta’thil (menafikan keberadaan Allah), dan harus disambung secepatnya dengan lafazh selanjutnya yaitu: إلا الله (dengan huruf istitsna, yang berfaedah untuk itsbat).  Berbeda dengan apa yang kita dengar dari sebagian orang-orang bodoh yang mengaku-ngaku sufi yang biasanya kalimat tahlil ini dengan bermacam-macam bentuk; ada yang mengucapkan لا dengan ditebalkan dan agak condong ke bibir, sehingga seperti bunyi huruf “wawu”, sebaliknya ada yang lebih condong ke lidah bagian tengah dan atas sehingga seperti bunyi “ya”; ada juga diantara mereka yang mengganti “hamzah”pada إله dengan “ya” atau mengenyangkan “hamzah” tersebut sehingga timbul bunyi “ya” setelahnya; ada juga yang menambah panjang bacaan “alif” pada  إله  lebih dari mad thabi’i (2 harakat) atau berhenti sejenak pada bacaan “alif” tersebut; ada juga yang mengenyangkan bacaan “hamzah” pada إلا sehingga menimbulkan bunyi “ya”, atau memunculkan bacaan “alif” (sedangkan hal ini termasuk “lahn” (kesalahan)) padahal  “alif” tersebut seharusnya dibuang karena ada dua sukun yang bertemu. Mereka dengan seenaknya sendiri memanjangkan, memunculkan dan membuat-buat bacaan sendiri dengan berbagai macam bentuk, diantara mereka ada yang memanjangkan bacaan “ha” pada  إله  sehinga timbul bunyi “alif” setelahnya, dan sebagian yang lain memunculkan bacaan “hamzah” pada lafazh الله  dan memanjangkannya sehingga seperti “hamzah istifham”, dan lain sebagainya.  Ini semua bertentangan dan menyalahi apa yang diajarakan oleh Rasulullah. Bahkan kadang-kadang mereka mengira bahwasanya mereka nggak sadar, lalu memakan sebagian huruf-huruf pada kalimat tersebut dan mengubahnya, sehingga yang terdengar dari mulut mereka hanyalah bunyi-bunyi yang polos atau bunyi-bunyi yang menyerupai teriakan kuda dan kicauan burung -naudzu billahi min dzalik -. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada al-Ahdlory yang telah berkata dalam sya’irnya:
وينبحون النبح كالكلاب # طريقهم ليست على الصواب
وليس فيهم من فتى مطيع # فلعنة الله على الجميع 
“Orang-orang itu  sedang menggonggong seperti anjing, jalan yang mereka tempuh tidaklah benar”
“dan di antara mereka tak ada satupun pemuda yang ta’at, semoga Allah melaknati mereka semua”
            “Memang kita mengakaui bahwasanya segala perkataan yang keluar dari mulutnya itu  bisa saja terjadi dengan  tanpa ia sengaja dan tanpa ia sadari, dan kalau memang benar seperti itu maka tidak mengapa. Namun yang kita bicarakan di sini adalah mereka yang dengan sengaca mengucapkan suara-suara tersebut, sementara dalam kondisi normal dan sadar mereka tetap tidak bisa terlepas dari hukum taklif. Dikhawatirkan kalau mereka benar-benar mengubah nama-nama Allah dan menyelewengkan dzikr-dzikr, mereka akan selalu menyebut dan membacanya, namun yang mereka baca itu tidak bermanfaat sama sekali bagi mereka, bahkan sebaliknya semuanya itu akan melaknat mereka sendiri. Hal ini sesuai dengan yang diberitakan oleh Rasulullah:   
رب قارئ للقرآن والقرآن يلعنه     
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tidak ada komentar:

Translate